27 November 2011

Dare to Dream



Sewaktu masih kecil, ketika ditanya tentang cita-cita, kita akan berebut memilih antara dokter, astronot, presiden, tentara, dan sederet profesi 'besar' lainnya. Tapi beberapa tahun setelahnya, ketika kembali ditanyakan pertanyaan yang sama, umumnya kita akan diam sejenak, nampak berpikir keras, menimbang-nimbang, dan pada akhirnya menjawab "Belum tau. Lihat saja nanti." atau mungkin jawaban dengan nada kurang tertarik lainnya.

Sebagian orang mungkin memang sudah tau apa cita-cita mereka dengan pasti. Tapi kebanyakan mengalami masalah saat diminta membuat keputusan ingin menjadi apa mereka saat dewasa nanti.

Ke mana semua optimisme masa kecil kita? Mimpi-mimpi yang terdengar begitu naif, tapi justru membuat hidup menjadi begitu mengasikkan, begitu menantang untuk dihadapi. Ke mana perginya semua itu? Mengapa yang tersisa hanyalah diri kita dengan pikiran yang lebih rasional, namun terkurung dalam rasa pesimis dan ketakutan membuat rancangan masa depan dengan dagu terangkat?

Mungkin karena saat masih kanak-kanak, segala sesuatu terlihat begitu mudah dicapai, semudah menyelesaikan games? Mungkin karena seiring bertambahnya usia, semakin lamanya kita mencicipi berbagai pengalaman hidup, kita dilemparkan dari puncak menara impian kita ke tanah dengan sebuah pemikiran baru? Pemikiran bahwa dunia tidak seindah seperti yang selalu kita bayangkan dan harapkan ketika kecil?

Saya sering mendengar cerita pengalaman hidup orang muda yang sukses dalam karier mereka. Rata-rata memberikan jawaban yang sama untuk pertanyaan 'cara menjadi sukses'.
Berani bermimpi!

Itulah kunci utamanya. Karena impian-impian yang kita targetkan untuk dicapai dapat menjadi cambuk yang paling kuat. Menjadi reminder terbaik agar kita jangan sampai kehilangan optimisme masa kecil kita. Bahkan mimpi yang paling absurd (dengan catatan masih dapat diterima akal sehat) yang kita miliki sekalipun, dapat terwujud, seandainya kita memiliki kemauan keras untuk meraihnya.

Contohnya saja, misalnya di saat keluarga kita baru saja mengalami kebangkrutan. Bahkan uang jajan kita terpaksa dipotong. Kita juga diwajibkan untuk hidup sederhana dalam keprihatinan. Kemudian di saat itu kita bermimpi untuk memiliki rumah mewah di kawasan elit. Atau pelesir di atas kapal pesiar mewah mengelilingi Kepulauan Karibia.

Sah-sah saja! Kita bisa bermimpi apa saja! Jangan pedulikan ejekan orang lain. Jangan dengarkan kata-kata mereka yang menganggap kita gila. Karena secara ajaib, believe it or not, alam semesta akan berkonspirasi entah dengan cara apa, untuk membuat impian kita menjadi kenyataan. Tapi tentu saja selama kita meyakini mimpi tersebut dapat menjadi kenyataan, serta tidak lupa berdoa dan bekerja keras.

Begitu pula dengan cita-cita. Kalau kita memang memimpikan untuk menjadi dokter, maka kejarlah mimpi tersebut dengan rajin belajar, terutama mata pelajaran biologi-fisika-kimia. Saat memilih penjurusan di kelas XI, masuklah ke kelas IPA dengan nilai yang baik. Kalau kita bercita-cita ingin menjadi presiden, rajin-rajinlah membaca buku pengetahuan politik atau leadership. Bisa juga dengan rajin menonton berita atau bahkan bergabung dalam partai politik.

Tempuhlah berbagai macam cara-yang postif tentunya-demi menjadikan diri kita semakin dekat dengan cita-cita kita. Tapi yang terpenting adalah, cita-cita atau pekerjaan impian kita, haruslah sesuai dengan passion kita. Sehingga nantinya kita akan bekerja dengan hati, dengan penuh sukacita, tanpa paksaan apalagi hanya sekedar menjalankan kewajiban karena tuntutan profesi atau demi mencari nafkah.

Pertambahan usia bukan berarti mimpi-mimpi yang kita rajut seindah mungkin di kala kita masih kanak-kanak berangsur-angsur menghilang. Justru dengan menjadi semakin dewasa, kita memiliki lebih banyak lagi kesempatan untuk mewujudkan mimpi kita semaksimal mungkin. Tempuhlah jalan-jalan yang dapat membawa kita selangkah lebih maju, selangkah lebih dekat dengan mimpi kita.

Because, there's nothing impossible in this unpredictable world. Ora et labora, that's the key!

Picture : imonline.nl

No comments:

Post a Comment