Lantas, apa yang bisa membuat seorang cewek melupakan
sahabat-sahabatnya? Cowok mungkin?
Saya menulis posting ini
tanpa maksud menghakimi siapapun. Terlebih menyalahkan pihak manapun. Tulisan
ini hanya ungkapan perasaan semata. Malah ditulis sebagai bahan refleksi saya
pribadi.
Pertanyaan inilah yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran saya :
Apa dengan berubahnya status seseorang menjadi "in relationship" (baca : pacaran),
kemudian relationship orang tersebut
dengan sahabat-sahabatnya malah hancur?
Ada yang salah, dengan menjaga keseimbangan antara waktu dengan
pacar dan dengan sahabat? Apakah susah, menjaga hubungan baik dengan pacar
sekaligus dengan sahabat?
Apa salah satunya harus menjadi korban?
Saya rasa tidak.
Dengan menghabiskan waktu bersama pasangan, tidak berarti
melupakan eksistensi para sahabat, bukan?
Sahabat yang baik akan senang dengan perubahan status sahabat
mereka dari single menjadi in relationship. Itu semua dikarenakan
kebahagiaan seorang sahabat adalah ketika melihat sahabat mereka bahagia. As simple as that.
Tapi apa jadinya kalau justru kebahagiaan tersebut berubah tatkala
si tokoh utama ini tidak lagi sama seperti ketika statusnya masih single?
Saya senang sahabat saya tidak lagi sendirian. Saya senang
melihatnya menemukan pasangan yang dirasa cocok untuk melalui hari bersama.
Tapi pantaskah saya merasa heran, ketika saya dan sahabat lain yang dekat
dengannya selama ini tidak diberitahu tentang kabar bahagia tersebut? Bahkan
seorang teman yang tidak terlalu dekat saja memandangi saya dengan tatapan
bingung seraya bertanya "Masa sih lo nggak tau? Lo kan sahabat baiknya.
Dia nggak ngomong?"
Saya seperti sahabat yang tidak tau apa-apa tentang sahabat saya
sendiri. Padahal kami masih tinggal di kota yang sama, masih pergi ke sekolah
yang sama.
Ironis? Mungkin.
Kabar bahagia akan menjadi lebih membahagiakan apabila dibagikan.
Setidaknya itu yang saya yakini hingga detik ini. Namun saya berusaha memahami
jalan pikiran setiap orang yang tidak sama. Saya dapat menerima bahwa mungkin
ada alasan kuat di balik keputusan sahabat saya ini. Dan kenyataan tersebut
nyatanya tidak meluruhkan sedikitpun rasa bahagia saya atas kebahagiaannya.
Tapi, seiring berjalannya waktu, saya merasa seperti ada tembok
pembatas yang berdiri kokoh di antara saya dengan dia. Tembok itu tidak berdiri
dengan sendirinya, tetapi seolah memang sengaja didirikan olehnya.
Dan ternyata, bukan hanya saya yang merasakan keberadaan tembok
ini. Sahabat dekat kami yang lain juga merasakan hal serupa.
Kami tidak mempermasalahkan keputusannya untuk tidak ikut pergi
bersama kami karena ingin ngedate
dengan pasangannya. Kami hanya bertanya-tanya, apa dia tidak nyaman dengan
persahabatan kami selama ini? Apa dia tidak senang menghabiskan waktu di
tengah-tengah kami, bersama kami? Apa gerangan yang membuatnya segan
memberitakan kabar baik tersebut kepada kami?
Tembok angkuh itu perlahan tapi pasti menutup segala akses untuk
berkomunikasi. Meninggalkan kami dalam kolam penuh tanda tanya. Meninggalkan
kami dalam keadaan kebingungan.
Lagi dan lagi, pertanyaan demi pertanyaan menyesaki otak kami,
menguras tenaga dan pikiran kami.
Apa kami melakukan kesalahan yang membuatnya berpaling? Apa ada
perbuatan kami yang membuatnya merasa tidak lagi fit in dalam inner circle
yang selama ini terjalin?
Pada akhirnya semua pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab oleh
dia. Oleh dia, yang membuat pertanyaan-pertanyaan itu ada.
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini kembali pada pilihan.
Setiap individu punya hak penuh untuk menentukan pilihan mereka sendiri. Mereka
berhak menentukan jalan mana yang hendak ditempuh. Entah di balik setiap
pilihan itu ada alasan atau tidak, yang terpenting adalah pilihan telah dibuat.
Yang bisa dilakukan hanyalah menantikan hasilnya. Menantikan konsekuensi
pilihan yang mungkin saja berbuah manis, tapi tidak menutup kemungkinan
berakhir tragis. Tentu saja saya mengharapkan hasil yang pertama, baik untuk
pihaknya, pihak pasangannya, maupun pihak kami.
Saya hanya ingin menegaskan bahwa, "Kami selalu ada. Tidak
peduli statusnya sudah berubah, status kami tetap sama. Kami adalah sahabatnya.
Kami masih sahabatnya, dan akan terus seperti itu. Kebahagiaannya adalah
kebahagiaan kami, meski kami tidak termasuk dalam kebahagiaan tersebut."
Semoga hubunganmu dengannya akan terus
berjalan lancar. Semoga kebahagiaan selalu menghiasi hari-harimu. Semoga
pilihanmu berbuah manis, Sahabat...
Pictures : twitter.com | flickr.com