29 November 2012

Pribadi (tak) Bertopeng



Salahkah pribadi-pribadi yang menunjukkan karakter mereka sesungguhnya?
Hanya karena mereka ingin dilihat sebagaimana mereka
Karena mereka tidak bisa memainkan watak pribadi lain
Karena mereka terlalu lelah menampakkan ekspresi kepalsuan
Tertawa di depan orang yang mempermainkan emosi
Tersenyum bagi si pembawa perih dan kekecewaan

Lantas mereka dilabeli yang aneh-aneh
Sarkastik, sinis, judes, entah apa lagi
Hanya karena mereka tidak terbiasa berakting manis demi memuaskan khalayak
Karena mereka muak dengan sosok seperti itu dan tidak ingin menjadi bagian dari kumpulan itu
Karena mereka bosan tertipu kebaikan yang sifatnya fana

Sayangnya manusia lebih senang dipuaskan dengan kebohongan
Meski kebohongan itu akhirnya menjelma jadi racun yang perlahan mencekik
Sayangnya manusia lebih senang menjauhi pribadi-pribadi tak bertopeng
Meski tersimpan ketulusan di dalamnya

Picture : imgfave.com

22 November 2012

Live Well, Love Much, Laugh Often



Moment yang selalu membuat saya bahagia adalah di saat bisa menghabiskan waktu bersama dengan sahabat-sahabat saya.
Di saat kami bisa mengobrol non stop tanpa kenal kata lelah. Di saat kami bisa tertawa dan bercanda seakan tidak pernah merasakan kesedihan dunia.
Setelah berpisah dengan mereka pun, saya akan jadi lima kali lipat lebih bawel dari biasanya. Lebih bersemangat dan lupa dengan rasa capek (misal setelah seharian berjalan memakai high heels).
Sering membaca berbagai artikel, akhirnya saya mengetahui penyebab perasaan bahagia itu.
Hormon endorfin.
Entah bagaimana manusia tanpa hormon ini. Muram sepanjang hari? Mungkin saja.
Kata endorfin/endhorphine berasal dari ‘endogenous’ dan ‘morphine’, yang berarti morfin alami yang dihasilkan oleh manusia sendiri, tepatnya dari kelenjar hipofisis dan hipotalamus yang terletak di dasar tengkorak.

Singkatnya, hormon endorfin merupakan senyawa kimia yang membuat seseorang bisa merasa bahagia. Hormon ini bertindak seperti morfin, bahkan dikatakan efeknya dua ratus kali lebih besar dari morfin.

Selain membuat happy, hormon ini juga memiliki banyak manfaat. Di antaranya adalah mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seks, mengendalikan rasa nyeri dan sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stres, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Endorfin tidak tercipta begitu saja. Kita perlu melakukan beberapa usaha, karena endorfin baru akan muncul apabila cadangan glukosa dalam tubuh mulai habis. Otot tubuh membutuhkan oksigen yang cukup untuk membakar glukosa menjadi adenosine triphospate (ATP) yang akan diubah menjadi energi yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh kita. Ketika glukosa habis, barulah lemak dibakar. Pada saat glukosa habis dibakar inilah endorfin mulai muncul. That’s why, melakukan olahraga (seperti jogging) bisa membuat kita merasa senang dan nyaman.

"Always laugh when you can. It is cheap medicine." - Lord Byron
Source : wikipedia.com | herrypenulis.blogspot.com
Picture : google.com.br

13 November 2012

Hanya Pemain



Lucu.

Akhirnya kita sampai pada fase hubungan semacam ini.

Saat aku dan kamu bisa melafalkan nama satu sama lain tanpa rasa canggung. Saat aku dan kamu bisa bertukar kata dalam harmoni. Saat aku dan kamu bisa saling menatap dalam damai, tanpa duka pun pula rasa sesal yang dulu sempat hadir.

Jalan pikiran Tuhan sama misteriusnya dengan permainan kehidupan. Sama misteriusnya seperti kita. Ralat. Tak ada lagi ‘kita’. Yang ada hanya aku dan kamu. Dua pribadi yang tak lagi terlibat dalam hubungan romansa, tapi tetap bergumul entah dalam hubungan jenis apa.

Lucu.

Bagaimana selama belasan tahun namamu selalu disandingkan dengan namaku. Tapi nyatanya itu bukan takdir. Aku dan kamu dipertemukan sejak masih belum mengerti permainan dunia. Aku dan kamu hanya memainkan bagian masing-masing.

Rasa itu usai sudah. Yang tersisa hanya kenangan untuk diingat dalam tawa.

Aku dan kamu, hanya bidak dalam permainan dunia.

Picture : xoxjustsmilexox.tumblr.com

02 November 2012

Comfort Zone



Kebanyakan manusia memilih untuk stay dalam comfort zone mereka masing-masing. Untuk apa keluar dari zona aman, hanya untuk pindah ke zona lain yang belum teruji apakah aman atau tidak. Untuk apa mengorbankan kebiasaan lama yang sudah menjadi bagian kehidupan kita, hanya untuk menjalani aktivitas lain yang belum tentu membawa perbaikan, atau malah mendatangkan masalah?

Pemikiran semacam itu sangat wajar timbul setiap kali kita hendak move on dari comfort zone. Masing-masing manusia punya definisi berbeda mengenai comfort zone. Sama seperti selera dan opini. Bentuk comfort zone pun bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti sarapan dengan roti, sampai pada hal yang sangat krusial seperti memutuskan untuk berhenti kerja kantoran demi memulai usaha sendiri.

Saya senang melihat segala sesuatu dari sisi yang paling sederhana.  Termasuk soalcomfort zone.
Yang termasuk comfort zone saya adalah berambut panjang. Setelah melewati masa balita, saya selalu bertahan dengan rambut lurus-hitam-panjang (sepunggung). Tidak seperti teman-teman cewek saya yang suka ke salon entah itu untuk potong rambut atau melakukan berbagai treatment lain, saya baru akan pergi ke salon di saat benar-benar ingin menggunting rambut.
Sampai akhirnya suatu hari, tepatnya sehari setelah ulang tahun saya yang ke-19, saya memutuskan untuk memotong rambut yang saat itu bisa dikatakan rambut terpanjang saya selama ini.
Sama seperti biasanya, saya hanya akan menggunting rambut saya tidak lebih dari lima senti, sampai-sampai lebih sering terlihat tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah gunting rambut. Saat itu pun saya mengatakan kepada kapster bahwa saya ingin memotong rambut saya sekitar satu jengkal.
Yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaan saya. Saya terlambat menyadari bahwa rambut saya sudah digunting hampir separuhnya. Sempat syok, tapi akhirnya saya menguatkan hati dan terus mengatakan ‘tidak apa-apa’ kepada diri saya sendiri.
Hari-hari awal, saya sempat merasa aneh dan tidak pede dengan rambut sebahu saya. Terakhir kali rambut saya sependek ini saat berusia tiga sampai empat tahun, dan itu berarti sudah hampir lima belas tahun yang lalu. Tapi mau diapakan lagi, rambut saya sudah terlanjur digunting. Saya bisa saja melakukan hair extension. Tapi rambut saya yang pertamanya terlihat aneh karena istilahnya masih ‘belum nurut’, perlahan tidak lagi terlihat aneh. Beberapa orang sempat kaget melihat rambut pendek saya, tapi tidak ada yang mengatakan jelek. Hanya belum terbiasa, begitu kata mereka.

Walaupun bisa dikatakan sebagai ‘kecelakaan’, saya tidak menyesal sama sekali. Kalaukapster itu tidak terlalu ‘bernafsu’ menggunting rambut saya, mungkin sampai bertahun-tahun ke depan saya akan tetap bertahan dengan rambut panjang. Padahal surprisingly, short hair is not that bad.
Hal sesederhana ini juga bisa diaplikasikan pada hal yang lebih krusial.
Karena kita sudah terlalu nyaman dan aman dalam comfort zone kita, kita jadi terlalu ‘betah’ dan tidak ingin beranjak. Padahal keluar dari comfort zone sekali-sekali dapat memberikan perubahan. Maybe the life changing one.

Tempat di luar comfort zone yang dalam bayangan kita akan menjadi tempat yang menyeramkan, bisa jadi memberikan banyak pengalaman berharga yang tidak akan kita dapatkan kalau terus-terusan stay dalam comfort zone.
Kalaupun ternyata kita ‘celaka’ di luar sana, setidaknya kita mendapat kesempatan untuk belajar dari ‘kecelakaan’ tersebut.
"Sometimes, being out of your comfort zone is a good thing." - Frost Nixon (2008)
Picture: piccsy.com