13 February 2011

Percaya pada Diri Sendiri



Menyontek. 
Kata ini pasti selalu dikaitkan dengan pelajar, entah itu mulai dari pelajar sekolah dasar sampai perguruan tinggi sekalipun. 
Mungkin bagi sebagian orang hal ini wajar saja, terutama dalam keadaan mendesak. Tapi saya sangat tidak setuju dengan pendapat tersebut. 
Bukan berarti saya tidak pernah menyontek. Saya pernah melakukannya. Sering bahkan. Terutama saat saya yang biasanya mengandalkan belajar dengan SKK (Sistem Kebut Kilat, bukan lagi Sistem Kebut Semalam), di mana saat ulangan berlangsung tiba-tiba otak saya blank. Akhirnya menyontek pun menjadi solusi yang paling mudah dan menjanjikan.
Lalu pasti akan timbul pemikiran seperti ini "Munafik! Bilangnya nggak setuju, tapi ngelakuin juga."
Negara ini negara demokratis. Feel free to think about me like that
Tapi saya punya alasan kuat. Alasan yang baru saja saya dapatkan saat duduk di bangku terakhir dalam jenjang sekolah menengah atas. 
Coba bayangkan, kalau saat mengerjakan tugas saja, kita menyontek pekerjaan orang lain. Lalu, apa yang kita dapatkan? Nilai yang bagus? Nope. Sekolah tidak melulu soal nilai, kok. Sekolah memiliki tujuan utama untuk menimba ilmu, bukan mengejar nilai. Ilmu apa yang kita dapatkan? Ilmu menyontek?
Tugas dikerjakan agar kita makin memahami topik yang sedang dipelajari. Untuk mempersiapkan diri kita dalam menghadapi ulangan, dan pada akhirnya ujian akhir negara serta sekolah. 
Kalau dari sesuatu yang kecil saja kita sudah menanamkan budaya menyontek, akan jadi apa kita nantinya? 
Hidup bukan sebatas bangku sekolah saja. Beberapa tahun lagi kita akan terjun langung ke masyarakat. Ke dalam suatu lingkungan di mana hukum rimba berlaku. Siapa yang lebih kuat, maka dialah yang akan menang. 
Lantas, apa kita akan terus membawa budaya menyontek itu dalam kehidupan kita? 
Saat bekerja di perusahaan nanti, apa kita masih memiliki kesempatan untuk menyontek hasil karya rekan sekerja kita? Kalau beruntung, mungkin masih bisa. Tapi ada konsekuensi berat di belakangnya yang harus kita pikul apabila tindakan tersebut terendus orang yang kita contek atau mungkin orang lain (dan bisa jadi orang itu adalah atasan kita!). Dunia kerja yang begitu kejam tidak akan berbaik hati seperti guru kita saat sekolah. Sekalipun kita tidak dipecat, tapi nama kita sudah terlanjur dicap buruk. Seandainya tidak ketahuan pun, maka kita akan terus-terusan mencontek sepanjang hidup kita. Mematikan kemampuan kita sendiri. Mengubur rasa percaya terhadap diri sendiri. 
Alasan inilah yang melatarbelakangi sifat antipati saya tersebut. Perlahan saya mulai berkomitmen dengan diri saya sendiri untuk tidak lagi terjerumus dalam perangkap menyontek. Biarlah hasil ulangan atau ujian saya tidak sebagus yang lain. Setidaknya itulah hasil ukur sejauh mana kemampuan saya. Itulah hasil kerja saya sendiri. Bukti kepercayaan terhadap diri saya sendiri. 
Saya menulis posting ini bukan untuk menghakimi siapapun. No offense, really. Bukan bermaksud menggurui apalagi sok suci. Saya mengakui selama ini keinginan untuk memperoleh nilai tinggi sempat membutakan akal sehat saya. 

Lalu kenyataan bahwa kurang dari setengah tahun lagi saya dan teman-teman seangkatan akan menghadapi ujian akhir seolah menjadi wake up call. Membuat saya akhirnya berani mengatakan pada diri saya sendiri "Saya tidak mau menyontek lagi". Dengan mantap, dengan tekad bulat. Semua semata demi diri saya sendiri. Bukan untuk orangtua saya, guru saya, atau siapapun yang pernah menasehati saya untuk tidak menyontek. 

Mulai sekarang, ayo jadi generasi muda yang percaya dengan kemampuan diri sendiri. Buang jauh-jauh pemikiran "Nggak ketauan ini" dan pikiran-pikiran lainnya yang akan menggoda kita untuk menyontek. Karena percaya deh, menyontek cuma akan membodohi diri sendiri. Untuk apa memperoleh nilai bagus tapi tidak ada ilmu yang kita dapatkan?

Picture : flickr.com

No comments:

Post a Comment