20 October 2011

Sekolah Berjalan



Bus TransJakarta (atau yang sering salah dipersepsikan oleh sebagian besar warga Jakarta sebagai busway) bagi saya merupakan tempat pembelajaran yang sangat riil tentang kehidupan. Kendaraan umum ini seolah menjadi kaca display yang menampilkan berbagai jenis individu dengan keunikannya masing-masing. Singkatnya, segala macam sifat manusia bisa kita temukan selama menggunakan jasa transportasi satu ini.
Mulai dari ramainya gerombolan anak remaja dengan berbagai keceriaannya (jadi ingat dulu saya dan teman-teman saya pernah ditegur oleh penumpang lain dan supir bus saking berisiknya).
Egoisnya anak muda atau pria yang menikmati kenyamanan memperoleh tempat duduk dan tidak mau memberikan tempatnya bagi wanita, ibu hamil, atau manula.
Kemesraan pasangan sejoli di mana tangan sang pria tidak pernah lepas dari pasangannya untuk menjaga agar jangan sampai terpisah atau terjatuh.
Sampai dengan hal menggelikan yang mungkin tidak sengaja kita curi dengar dari obrolan orang lain.
Selain itu, saya juga bisa menikmati aktivitas yang dikerjakan penumpang lain. Mungkin aneh jika disebut menikmati. Tapi memang itulah yang biasanya saya lakukan. Mencermati, mengamati, menikmati.
Mulai dari remaja yang sibuk SMS-an, BBM-an, menulis status, atau mendengarkan lagu lewat earphone.
Orang yang larut dalam buku yang sedang dibacanya.
Pekerja yang berpakaian rapi dan sibuk dengan smartphone-nya.
Orang-orang yang saling berbincang, tertidur, mengamati jalan, or simply just do nothing.
That’s why bus TransJakarta (atau mungkin kendaraan umum lain) menjadi tempat yang tepat untuk mengamati karakter orang lain, menemukan sesuatu yang baru, atau bahkan untuk belajar tentang kehidupan.

Belajar? How can?
Dengan menggunakan transportasi umum, kita belajar untuk mengantri, menunggu giliran dengan tertib, menghargai orang lain, toleransi, simpati, dan banyak aspek penting dalam kehidupan lainnya.
Sekaligus membuat kita sadar kalau kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Ada banyak orang dengan berbagai kepribadian dan sifat berbeda. Itulah sebabnya dibutuhkan rasa pengertian dan toleransi.
Karena kalau kita tidak memiliki hal tersebut, maka saat kaki kita tidak sengaja terinjak oleh orang lain, maka bisa berakhir di kantor polisi dan berbuntut panjang. Tidak sengaja tersenggol, terinjak, terdorong, dan lain sebagainya itu hal yang wajar. Prinsip saya, kalau tidak mau tersenggol, ya, jangan naik kendaraan umum. Naik kendaraan pribadi saja. Atau yang lebih ekstrim lagi, pakai baju berduri. Dijamin, tidak akan ada yang menyenggol karena sudah keburu luka-luka duluan.
Begitu pula dengan masalah memberikan bangku yang kita duduki kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Wanita yang lebih tua, ibu dengan anak kecil apalagi yang sedang mengandung, manula, adalah pihak-pihak yang WAJIB kita berikan tempat duduk. Di luar itu, kalau jarak tempuh kita tidak terlalu jauh atau kita tidak sedang kelelahan, apa salahnya memberikan tempat duduk untuk orang lain, tanpa memikirkan untung-ruginya. Berdiri selama beberapa saat tidak akan membuat kaki kita patah, atau tulang kita remuk. Selagi masih diberi kesempatan untuk bisa berdiri, dengan tubuh yang sehat dan anggota badan yang lengkap, kenapa tidak kita coba syukuri?
Saat kebetulan naik bus TransJakarta, cobalah amati sekeliling kita. Pasti akan ada saja hal yang membuat sebal, membuat kita tertawa terbahak-bahak, bahkan mungkin menjadi sarana untuk instrospeksi diri.
Karena belajar tidak hanya bisa dilakukan di kelas. Setuju? Kita bisa belajar di mana saja, melalui setiap hal yang terjadi dalam hidup kita, mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks sekalipun. Banyak jalan menuju Roma, banyak cara untuk belajar.
Picture : yustisi.com

No comments:

Post a Comment