Kata orang, dunia anak-anak itu begitu polos. Tidak
ada drama, tidak ada masalah. Tapi lihatlah apa yang terjadi dengan anak-anak
di masa kini.
Jujur saja, saya kaget
begitu mendengar cerita salah seorang teman tentang keponakannya yang masih
balita. Singkatnya, teman saya itu tinggal bersama dengan kakaknya yang sudah
berkeluarga. Kakaknya ini memiliki seorang anak perempuan, yang memang terkenal
paling nakal di keluarganya. Setiap kali teman saya itu tidak mengikuti
keinginannya, maka anak itu akan langsung berkata, “Kalau enggak mau, enggak
usah tinggal di sini lagi.” Tidak hanya itu saja, dia bahkan berani memanggil
teman saya dengan sebutan pembantu. Sungguh, kenyataan ini membuat saya tidak
habis pikir sekaligus prihatin.
Kalau mau diceritakan,
ada banyak tingkah anak kecil yang membuat saya meragukan pendapat yang
tertulis di awal posting ini. Saya maklum kalau memang ada anak yang nakal.
Tapi apakah perilaku tersebut masih masuk dalam kenakalan anak-anak pada
umumnya?
Ke mana semua
kepolosan mereka? Kalau sejak kecil saja watak dan cara berpikir seorang anak
sudah sebegitu mengerikannya, mau jadi apa mereka kelak?
Apa yang menyebabkan
mereka bisa bertingkah seperti itu?
Anak kecil pada umumnya meniru apa yang
dilihat atau didengarnya dari berbagai sumber dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, dapat disimpulkan entah mereka meniru dari orangtua dan orang-orang di
sekeliling mereka, atau melalui media.
Itulah mengapa saya
setuju dengan opini masyarakat bahwa media adalah sarana yang paling
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Seperti dua sisi mata uang, di satu sisi
media memberikan dampak positif sebagai penyaluran informasi. Tapi di sisi
lain, jika digunakan tidak pada kaedah sebenarnya, media dapat menjadi sesuatu
yang sangat merugikan, bahkan merusak moral suatu bangsa.
Sayangnya, hal itulah yang terjadi di
Indonesia dewasa ini. Coba saja jelajahi stasiun televisi di Indonesia. Kita
bisa menemukan berbagai format dan model acara, mulai dari sinetron asli
Indonesia, serial Asia (Korea dan Taiwan), film-film Hollywood, reality
show, variety show, infotaiment, game show, dan masih banyak lagi. Tapi
seiring berjalannya waktu, acara yang ditawarkan bisa dikatakan semakin tidak
bermutu dan berkualitas.
Saya ingat, kalau dulu sewaktu masih
kecil, saya bisa dengan mudah menemukan serial kartun di berbagai channel.
Sekarang, hanya ada beberapa channel yang masih
menayangkannya. Apakah anak kecil di Indonesia harus mengkonsumsi
sinetron, reality show, maupun infotaiment yang
jelas-jelas tidak mendukung perkembangan mental mereka?
Dari kecil sampai SD,
saya bisa berada di depan televisi dari bangun tidur sampai tidur lagi. Semua
acara televisi pernah saya tonton. Sekarang, melihat acara yang ada saja sudah
membuat saya ingin cepat-cepat mematikan televisi.
Kalau dulu, sinetron ditayangkan
seminggu sekali, dengan alur dan setting yang masih bisa
diterima akal sehat. Lihat saja apa yang terjadi sekarang ini. Sinetron
ditayangkan setiap hari, sehingga tidak ada lagi rasa penasaran menanti episode
selanjutnya, yang ada malah menciptakan rasa bosan. Belum lagi alur dan setting yang
tidak bisa diterima nalar. Kalau sedang musim pemeran utama mengalami amnesia,
maka beberapa sinetron akan menampilkan scene serupa. Bahkan
karakter antagonis dibuat tak ubahnya seperti titisan iblis saking kejamnya.
Saya rasa, di kehidupan asli saja mungkin tidak ada yang separah dengan yang
digambarkan di dalam sinetron. Apakah masuk akal, orang baru bangun tidur sudah
memakai make up tebal? Setting yang digunakan
kebanyakan rumah-rumah mewah, atau ada juga yang menggunakan efek elang
terbang, siluman berbagai wujud, dan lain sebagainya. Karakter yang diceritakan
miskin dalam sebuah cerita saja bisa memakai tas bermerk. Seperti hanya menjual
mimpi dan bualan belaka.
Cukup tentang sinetron, sekarang coba
kita lihat reality show yang ada. Bahkan dalam acara kompetisi
memasak saja, terdapat drama yang jelas terlihat terlalu mengada-ada. Sekalian
saja diganti formatnya menjadi sinetron, jangan lagi kompetisi memasak.
Acara menghipnotis orang,
di mana pasangan saling membuka aib masing-masing, yang kemudian dijadikan
bahan tertawaan. Apa itu pantas?
Infotaiment yang hadir
bahkan menandingi acara berita, dengan pemberitaan yang dalam satu hari bisa
saja sama semua.
Acara-acara di mana host-nya
akan mengunjungi tempat-tempat yang terkenal angker, kemudian tiba-tiba
tubuhnya kejang-kejang karena kesurupan.
Sungguh menyedihkan.
Tidak heran kalau anak kecil sekarang
sudah bisa bertengkar karena memperebutkan cewek atau cowok. Tidak heran kalau
anak kecil sekarang bisa mengikuti gaya bicara hostacara gosip
dengan mata melotot dan suara yang sengaja diseram-seramkan. Tidak heran kalau
anak sekarang bisa menjadi semengerikan tokoh antagonis dalam sinetron, lengkap
dengan kalimat-kalimat yang tidak selayaknya diucapkan oleh mereka.
Kalau dunia
pertelevisian di Indonesia tidak kunjung diperbaiki ke arah yang lebih baik,
saya sudah tidak tahu lagi akan jadi seperti apa generasi muda bangsa ini.
Bagaimana mereka bisa maju, kalau apa yang mereka konsumsi sehari-hari adalah
tayangan tidak mendidik seperti yang sudah disebutkan sebelumnya?
Picture :
simply-fap.tumblr.com
No comments:
Post a Comment