15 October 2011

Dunia yang Tak Lagi Polos



Kata orang, dunia anak-anak itu begitu polos. Tidak ada drama, tidak ada masalah. Tapi lihatlah apa yang terjadi dengan anak-anak di masa kini.
Jujur saja, saya kaget begitu mendengar cerita salah seorang teman tentang keponakannya yang masih balita. Singkatnya, teman saya itu tinggal bersama dengan kakaknya yang sudah berkeluarga. Kakaknya ini memiliki seorang anak perempuan, yang memang terkenal paling nakal di keluarganya. Setiap kali teman saya itu tidak mengikuti keinginannya, maka anak itu akan langsung berkata, “Kalau enggak mau, enggak usah tinggal di sini lagi.” Tidak hanya itu saja, dia bahkan berani memanggil teman saya dengan sebutan pembantu. Sungguh, kenyataan ini membuat saya tidak habis pikir sekaligus prihatin.
Kalau mau diceritakan, ada banyak tingkah anak kecil yang membuat saya meragukan pendapat yang tertulis di awal posting ini. Saya maklum kalau memang ada anak yang nakal. Tapi apakah perilaku tersebut masih masuk dalam kenakalan anak-anak pada umumnya?
Ke mana semua kepolosan mereka? Kalau sejak kecil saja watak dan cara berpikir seorang anak sudah sebegitu mengerikannya, mau jadi apa mereka kelak?
Apa yang menyebabkan mereka bisa bertingkah seperti itu?
Anak kecil pada umumnya meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari berbagai sumber dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, dapat disimpulkan entah mereka meniru dari orangtua dan orang-orang di sekeliling mereka, atau melalui media.
Itulah mengapa saya setuju dengan opini masyarakat bahwa media adalah sarana yang paling mempengaruhi tingkah laku seseorang. Seperti dua sisi mata uang, di satu sisi media memberikan dampak positif sebagai penyaluran informasi. Tapi di sisi lain, jika digunakan tidak pada kaedah sebenarnya, media dapat menjadi sesuatu yang sangat merugikan, bahkan merusak moral suatu bangsa.
Sayangnya, hal itulah yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Coba saja jelajahi stasiun televisi di Indonesia. Kita bisa menemukan berbagai format dan model acara, mulai dari sinetron asli Indonesia, serial Asia (Korea dan Taiwan), film-film Hollywood, reality show, variety show, infotaiment, game show, dan masih banyak lagi. Tapi seiring berjalannya waktu, acara yang ditawarkan bisa dikatakan semakin tidak bermutu dan berkualitas.

Saya ingat, kalau dulu sewaktu masih kecil, saya bisa dengan mudah menemukan serial kartun di berbagai channel. Sekarang, hanya ada beberapa channel yang masih menayangkannya. Apakah anak kecil di Indonesia harus mengkonsumsi sinetron, reality show, maupun infotaiment yang jelas-jelas tidak mendukung perkembangan mental mereka?
Dari kecil sampai SD, saya bisa berada di depan televisi dari bangun tidur sampai tidur lagi. Semua acara televisi pernah saya tonton. Sekarang, melihat acara yang ada saja sudah membuat saya ingin cepat-cepat mematikan televisi.
Kalau dulu, sinetron ditayangkan seminggu sekali, dengan alur dan setting yang masih bisa diterima akal sehat. Lihat saja apa yang terjadi sekarang ini. Sinetron ditayangkan setiap hari, sehingga tidak ada lagi rasa penasaran menanti episode selanjutnya, yang ada malah menciptakan rasa bosan. Belum lagi alur dan setting yang tidak bisa diterima nalar. Kalau sedang musim pemeran utama mengalami amnesia, maka beberapa sinetron akan menampilkan scene serupa. Bahkan karakter antagonis dibuat tak ubahnya seperti titisan iblis saking kejamnya. Saya rasa, di kehidupan asli saja mungkin tidak ada yang separah dengan yang digambarkan di dalam sinetron. Apakah masuk akal, orang baru bangun tidur sudah memakai make up tebal? Setting yang digunakan kebanyakan rumah-rumah mewah, atau ada juga yang menggunakan efek elang terbang, siluman berbagai wujud, dan lain sebagainya. Karakter yang diceritakan miskin dalam sebuah cerita saja bisa memakai tas bermerk. Seperti hanya menjual mimpi dan bualan belaka.

Cukup tentang sinetron, sekarang coba kita lihat reality show yang ada. Bahkan dalam acara kompetisi memasak saja, terdapat drama yang jelas terlihat terlalu mengada-ada. Sekalian saja diganti formatnya menjadi sinetron, jangan lagi kompetisi memasak.
Acara menghipnotis orang, di mana pasangan saling membuka aib masing-masing, yang kemudian dijadikan bahan tertawaan. Apa itu pantas?
Infotaiment yang hadir bahkan menandingi acara berita, dengan pemberitaan yang dalam satu hari bisa saja sama semua.

Acara-acara di mana host-nya akan mengunjungi tempat-tempat yang terkenal angker, kemudian tiba-tiba tubuhnya kejang-kejang karena kesurupan.
Sungguh menyedihkan.
Tidak heran kalau anak kecil sekarang sudah bisa bertengkar karena memperebutkan cewek atau cowok. Tidak heran kalau anak kecil sekarang bisa mengikuti gaya bicara hostacara gosip dengan mata melotot dan suara yang sengaja diseram-seramkan. Tidak heran kalau anak sekarang bisa menjadi semengerikan tokoh antagonis dalam sinetron, lengkap dengan kalimat-kalimat yang tidak selayaknya diucapkan oleh mereka.
Kalau dunia pertelevisian di Indonesia tidak kunjung diperbaiki ke arah yang lebih baik, saya sudah tidak tahu lagi akan jadi seperti apa generasi muda bangsa ini. Bagaimana mereka bisa maju, kalau apa yang mereka konsumsi sehari-hari adalah tayangan tidak mendidik seperti yang sudah disebutkan sebelumnya?
Picture : simply-fap.tumblr.com

No comments:

Post a Comment