Saya dan ibu saya beberapa kali membahas tentang hal ini: Kenapa
orang-orang sering mengatakan, kalau orangtuanya melakukan hal buruk, maka akan
dibalaskan kepada anak mereka?
I don’t get it. Kenapa seorang anak yang notabene tidak mengetahui apa yang diperbuat
oleh orangtua mereka, harus menanggung apa yang semestinya tidak mereka
tanggung?
Contohnya, pernah terjadi kasus pembunuhan siswa SMA di sebuah
tempat hiburan di bilangan Jakarta Selatan. Banyak orang berspekulasi bahwa ini
adalah karma, karena belasan tahun lalu, orangtua korban pernah melakukan
pembunuhan keji, lantas anaknya kini tewas dibunuh oleh orang lain.
Yang membunuh itu
orangtuanya, kan? Bukan si anak. Si anak mungkin malah tidak mengetahui apa
yang pernah diperbuat orangtuanya dulu.
Pandangan miring lain
yang sayangnya terlanjur berkembang di masyarakat adalah ketika seorang
anak dilahirkan dalam keadaan cacat atau tidak sempurna. Disebut-sebut kalau
itu karena ulah orangtua mereka yang semasa hidupnya tidak berperilaku baik. Saya
sama sekali tidak melihat ada hubungan di antara keduanya.
Saya akan jauh lebih setuju, kalau karma itu berlaku terhadap yang
bersangkutan, bukan terhadap orang-orang yang dia sayangi. Siapa yang
menabur, maka dia yang akan menuai. Saya meyakini hal itu. Kalau
orangtuanya yang menabur kejahatan, maka mereka jugalah yang harus menuai
akibatnya. Kasihan sekali si anak kalau harus dijadikan semacam ‘tumbal’.
Opini singkat saya ini sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan, bahwa karma
itu akan diterima oleh semua orang. Tapi yang perlu diperhatikan,
karma tidak ada hubungannya dengan orang-orang yang kita sayangi.
Kalau kita berbuat baik, maka kita sendirilah
yang akan menuai hasil yang baik. Sebaliknya, kalau kita melakukan hal buruk,
jangan menyesal jika di kemudian hari, kita akan terkena ‘batunya’.
Picture : flickr.com
No comments:
Post a Comment