Pagi tadi, saya tidak bisa meneriakkan kata “I love Monday”, karena memang hari ini bukanlah Senin ideal bagi saya. Tapi pada akhirnya, saya bisa meneriakkan kata-kata tersebut.
Be positive, that’s the key.
Seperti yang sudah saya tuliskan di bagian awal, hari ini bukanlah Senin
ideal bagi saya. Dimulai dengan terjebak dalam kemacetan Jakarta saat berangkat
kuliah. Kalau biasanya, terjebak macet di hari Senin masih bisa saya tanggapi
biasa-biasa saja (karena dosen Pendidikan Kewarganegaraan, mata kuliah pertama,
memberi dispensasi waktu selama setengah jam), tidak demikian pagi ini. Saya
harus melakukan presentasi. Terang saja hal tersebut membuat saya gelisah dan
panik.
Tapi kemudian, saat tiba di kelas setelah berjalan-semi-berlari dari tempat
yang jaraknya lumayan jauh dari gedung kampus, saya bisa menarik napas lega
karena dosen saya rupanya juga belum datang. Bahkan saya masih bisa santai
sejenak sebelum kemudian melakukan presentasi.
Next, the second case. Beberapa waktu yang lalu, saya sangat bersemangat untuk mengikuti
seleksi perekrutan anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Namun niat tersebut
kandas terbentur berbagai pertimbangan.
Hari ini, beberapa orang teman sekelas saya yang telah resmi menjadi
anggota BEM, mayoritas tidak hadir karena sakit. Dua orang hadir dengan wajah
merah menyaingi kepiting. Dalam hati, saya kembali bersyukur. Bukan karena saya
tidak siap dengan berbagai tempaan fisik (mengikuti paskibra sewaktu SMA
menempa saya menjadi sosok yang ‘tahan banting’). Tapi karena saya mendapati,
bahwa pilihan saya tepat.
Sebelum memutuskan untuk tidak ikut seleksi, saya sempat berdoa meminta
petunjuk apakah keputusan saya benar atau tidak. Sekarang saya sadar, saya
mungkin kehilangan kesempatan untuk mencicipi berbagai pengalaman baru, tapi
saya mempunyai lebih banyak waktu untuk belajar dan istirahat. Jujur, sampai
saat ini saya masih belum bisa beradaptasi cukup baik dengan rutinitas kuliah.
Baru minggu awal saja, saya sudah langsung jatuh sakit. Saya yakin, Tuhan akan
memberikan pengalaman berharga bagi saya lewat jalan lain.
Berlanjut ke pengalaman ketiga. Hari ini saya memutuskan untuk pulang
sendiri menggunakan Bus TransJakarta. Sejak awal kuliah, saya terlanjur menjadi
anak manja karena selalu diantar-jemput. Sekaranglah pertama kalinya saya
pulang sendiri dengan transportasi umum.
Awalnya saya mengeluh capek, panas, belum lagi harus berdesakan dan tidak
mendapatkan tempat duduk. Tapi kemudian saya sadar, seharusnya saya bersyukur,
karena diberikan kesempatan untuk menjadi lebih mandiri, juga hitung-hitung
berolahraga dan membakar kalori. Berapa banyak orang di luar sana yang harus
berjalan berkilo-kilo meter jauhnya karena tidak memiliki uang untuk membayar
karcis bus? Berapa banyak orang di luar sana yang tidak bisa lagi berjalan?
Dari pengalaman dalam satu hari saja, saya bisa menemukan banyak hal yang
mampu disyukuri dan dianggap sebagai sebuah kebahagiaan, di balik segala hal
yang pada saat tersebut saya keluhkan sebagai sesuatu yang menyebalkan.
Sesuatu yang seringkali luput dari perhatian kita, karena kita terlanjur
dikuasai oleh pemikiran untuk selalu mengeluh, mengeluh, dan mengeluh. Kenapa
tidak kita ubah cara pandang kita terhadap sesuatu?
Dengan selalu berpikir positif, maka hidup kita akan
terasa semakin damai dan menyenangkan. Saat sudah siap meledak marah atau
bahkan memaki karena suatu hal yang kita anggap menyebalkan, coba diam sejenak.
Pikirkan hal tersebut dari sisi positifnya, maka kita akan menemukan hal baik
yang mampu mencegah kita untuk memaki dan mengeluh.
Picture : flickr.com
No comments:
Post a Comment