21 September 2011

Pulang ke 'Rumah'



Hampir sebulan ini, saya merasa ada sesuatu yang hilang.
Saya merasa seperti robot. Bangun tidur, kuliah (kadang benar-benar belajar, kadang menjadi tubuh tanpa raga dan pikiran di dalam kelas), pulang, tidur. Begitu terus selama berhari-hari. Segala hal yang saya lakukan seperti tidak memiliki arti. Waktu terus berjalan, saya merasa semakin tak karuan.
Saya sempat bertanya kepada diri saya sendiri ‘Apa saya sudah melupakan tujuan hidup saya?’ dan ‘Ke mana rencana-rencana yang selama ini sudah terpetakan dengan begitu jelas dalam pikiran saya?’.
Kalau dulu saya menulis hampir setiap hari, dengan perasaan gembira dan bersemangat. Sekarang saya hanya menulis kurang dari satu jam, itupun karena tuntutan pekerjaan dan status. Menulis, hal yang selama ini menjadi bagian hidup saya, perlahan mulai hilang begitu saja. Saya menulis karena kewajiban, bukan lagi karena saya suka dan saya mau. Begitu melihat layar putih microsoft word saja tangan saya sudah kaku. Pikiran pertama yang mencuat adalah rasa tidak niat yang mendominasi.
Saya takut, akan ada hari di mana saya tidak lagi merasa menulis adalah comfort zonesaya. Saya tidak mau itu terjadi. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Waktu, tugas kuliah, inspirasi, dan berbagai hal lain menjadi kambing hitam. Semuanya menjadi semacam pembenaran atas tindakan ‘gila’ saya yang melarikan diri dari rumah. Ya, saya mengumpamakannya dengan kabur dari rumah.
‘Rumah’ adalah tempat di mana kita merasa nyaman. Rumah yang saya maksudkan di sini bukan rumah dalam bentuk fisik. Keluarga dan sahabat, mereka lah 'rumah' kita. Tidak peduli di manapun, asalkan bersama mereka, kita merasa seperti kembali ke 'rumah', karena kita merasa nyaman. Begitu pula dengan menulis. Bagi saya, menulis adalah 'rumah', karena saya merasa nyaman ketika menulis.
Tapi kemudian, sebulan ini, saya malah melakukan aksi melarikan diri dari 'rumah'. Saya lari sejauh-jauhnya, sekencang-kencangnya dari 'rumah' saya. Meninggalkan semua kenyamanan, untuk pergi entah ke mana. Ke tempat yang sama sekali tidak jelas. Seperti melayang. Saya hampa, saya tersesat.
Sampai kemudian sesuatu menyadarkan saya. Seperti marka jalan, sesuatu ini memberi peringatan bahwa saya sudah berjalan terlalu jauh. Bahwa saya berjalan semakin dekat kepada jurang kehancuran.
Hanya orang nekad (atau bodoh?) yang memilih sesuatu yang belum jelas, padahal segala sesuatu yang baik sudah ada dalam genggamannya.
Tiba saatnya bagi saya untuk berhenti berlari. Sudah cukup waktu yang saya sia-siakan untuk sesuatu yang tidak jelas. Saatnya saya kembali ke jalur yang benar, jalur yang akan mengantarkan saya kembali ke 'rumah' saya.
Kenapa dulu saya bisa memiliki banyak ide cerita, tapi sekarang tidak? Kenapa dulu, sesibuk apapun saya, seletih apapun saya, saya masih bisa menghasilkan paling tidak suatu karya dalam bentuk tulisan? Apa bedanya dengan sekarang? Inspirasi bisa dicari dari segala sesuatu yang ada di sekeliling. Masih ada dua puluh empat jam dalam sehari.
NIAT dan KEMAUAN. Itu kuncinya. Sejenius apapun seseorang, dia tidak akan mungkin bisa berhasil tanpa ada kedua hal tersebut. Segala penemuan manusia di dunia ini terjadi karena ada NIAT dan KEMAUAN. Dua hal krusial tersebutlah yang bisa mengubah hidup seseorang, bahkan hidup jutaan orang di luar sana.
Saatnya saya menghentikan pelarian ini sekarang juga. Saatnya saya mencari penunjuk jalan bernama NIAT dan KEMAUAN. Saatnya saya kembali menjadi 'manusia', bukan lagi robot bernapas. Saatnya saya pulang ke 'rumah'...
Picture : odnoklassniki.ru

No comments:

Post a Comment