Hampir sebulan ini, saya merasa ada sesuatu yang hilang.
Saya merasa seperti
robot. Bangun tidur, kuliah (kadang benar-benar belajar, kadang menjadi tubuh
tanpa raga dan pikiran di dalam kelas), pulang, tidur. Begitu terus selama
berhari-hari. Segala hal yang saya lakukan seperti tidak memiliki arti. Waktu
terus berjalan, saya merasa semakin tak karuan.
Saya sempat bertanya
kepada diri saya sendiri ‘Apa saya sudah melupakan tujuan hidup saya?’ dan ‘Ke
mana rencana-rencana yang selama ini sudah terpetakan dengan begitu jelas dalam
pikiran saya?’.
Kalau dulu saya menulis hampir setiap hari, dengan perasaan gembira dan
bersemangat. Sekarang saya hanya menulis kurang dari satu jam, itupun karena
tuntutan pekerjaan dan status. Menulis, hal yang selama ini menjadi bagian
hidup saya, perlahan mulai hilang begitu saja. Saya menulis karena kewajiban,
bukan lagi karena saya suka dan saya mau. Begitu melihat layar putih microsoft
word saja tangan saya sudah kaku. Pikiran pertama yang mencuat adalah
rasa tidak niat yang mendominasi.
Saya takut, akan ada hari di mana saya tidak lagi merasa menulis
adalah comfort zonesaya. Saya tidak mau itu terjadi. Saya tidak
akan membiarkan hal itu terjadi.
Waktu, tugas kuliah,
inspirasi, dan berbagai hal lain menjadi kambing hitam. Semuanya menjadi
semacam pembenaran atas tindakan ‘gila’ saya yang melarikan diri dari rumah.
Ya, saya mengumpamakannya dengan kabur dari rumah.
‘Rumah’ adalah tempat
di mana kita merasa nyaman. Rumah yang saya maksudkan di sini bukan rumah dalam
bentuk fisik. Keluarga dan sahabat, mereka lah 'rumah' kita. Tidak peduli di
manapun, asalkan bersama mereka, kita merasa seperti kembali ke 'rumah', karena
kita merasa nyaman. Begitu pula dengan menulis. Bagi saya, menulis adalah
'rumah', karena saya merasa nyaman ketika menulis.
Tapi kemudian, sebulan
ini, saya malah melakukan aksi melarikan diri dari 'rumah'. Saya lari
sejauh-jauhnya, sekencang-kencangnya dari 'rumah' saya. Meninggalkan semua
kenyamanan, untuk pergi entah ke mana. Ke tempat yang sama sekali tidak jelas.
Seperti melayang. Saya hampa, saya tersesat.
Sampai kemudian
sesuatu menyadarkan saya. Seperti marka jalan, sesuatu ini memberi peringatan
bahwa saya sudah berjalan terlalu jauh. Bahwa saya berjalan semakin dekat
kepada jurang kehancuran.
Hanya orang nekad
(atau bodoh?) yang memilih sesuatu yang belum jelas, padahal segala sesuatu
yang baik sudah ada dalam genggamannya.
Tiba saatnya bagi saya
untuk berhenti berlari. Sudah cukup waktu yang saya sia-siakan untuk sesuatu
yang tidak jelas. Saatnya saya kembali ke jalur yang benar, jalur yang akan
mengantarkan saya kembali ke 'rumah' saya.
Kenapa dulu saya bisa
memiliki banyak ide cerita, tapi sekarang tidak? Kenapa dulu, sesibuk apapun
saya, seletih apapun saya, saya masih bisa menghasilkan paling tidak suatu
karya dalam bentuk tulisan? Apa bedanya dengan sekarang? Inspirasi bisa dicari
dari segala sesuatu yang ada di sekeliling. Masih ada dua puluh empat jam dalam
sehari.
NIAT dan KEMAUAN. Itu
kuncinya. Sejenius apapun seseorang, dia tidak akan mungkin bisa berhasil tanpa
ada kedua hal tersebut. Segala penemuan manusia di dunia ini terjadi karena ada
NIAT dan KEMAUAN. Dua hal krusial tersebutlah yang bisa mengubah hidup
seseorang, bahkan hidup jutaan orang di luar sana.
Saatnya saya menghentikan pelarian ini sekarang juga.
Saatnya saya mencari penunjuk jalan bernama NIAT dan KEMAUAN. Saatnya saya
kembali menjadi 'manusia', bukan lagi robot bernapas. Saatnya saya pulang ke
'rumah'...
Picture :
odnoklassniki.ru
No comments:
Post a Comment