Tallara duduk termangu di tepi danau. Raut wajahnya menyiratkan rasa gundah
yang tengah melandanya. Beberapa menit sebelum ia mengasingkan diri ke Telaga
Jerara, Tallara baru saja selesai menunaikan tugasnya sebagai salah satu putri
kerajaan langit.
Tallara adalah putri keempat dari lima putri Raja
Langit. Kelima putri langit itu masing-masing memiliki wewenang penuh atas lima
aspek penting alam, dimulai dari Meghana yang menguasai cakrawala, Drisana si
penguasa matahari, Makani yang menguasai angin, Tallara penguasa hujan, dan
Eira, si bungsu penguasa salju.
Semua kejadian-kejadian alam yang terjadi di Bumi
diatur oleh mereka, atas perintah dari Raja Langit. Tallara sendiri biasanya
menurunkan hujan dengan sebuah keranjang berisi butiran-butiran kristal, yang
nantinya akan ditaburkan oleh jari-jari lentiknya ke Bumi. Biasanya Tallara
suka melakukan pekerjaannya ini sambil duduk di atas awan dan mendendangkan
lagu-lagu favoritnya.
Namun saat itu pemandangan yang didapatinya
menimbulkan sebuah pertanyaan besar dalam sanubari Tallara. Dari atas awan, ia
bisa melihat dengan jelas banyak tempat yang dilanda banjir, serta banyaknya
penghuni Bumi yang menjadi korban. Tallara gundah. Ia merasa menjadi pihak yang
paling bertanggung jawab atas musibah yang melanda Bumi.
Tugasnya seharusnya menurunkan hujan yang dapat membuat orang bersukacita,
hujan yang menyuburkan. Bukannya malah menimbulkan kesengsaraan di mana-mana.
Tallara kemudian tersadar bahwa selama ini ia bekerja
di bawah perintah Raja Langit. Lantas, mengapa Raja memerintahkannya untuk
menaburkan kristal lebih banyak dan lebih sering ke Bumi? Apa sebenarnya
rencana Raja Langit?
Maka dengan tekad bulat, Tallara bangkit dari posisi
duduknya, kemudian bergegas pergi ke istana untuk menemui Raja Langit.
"Ayahanda Paduka Raja, apakah aku boleh
menanyakan satu hal?" tanya Tallara setelah memberikan hormat kepada Raja
Langit.
"Apa itu, Putriku?" tanya Raja Langit dengan
senyuman yang menghiasi wajah arifnya.
"Saat menjalankan tugasku tadi, aku melihat
penghuni Bumi sedang kesusahan karena hujan yang berlebihan. Aku sedih, Ayah.
Aku telah membuat mereka semua menderita."
"Lalu, apa yang hendak kautanyakan padaku?"
"Selama ini aku hanya menjalankan tugas sesuai
dengan perintah Ayahanda. Mengapa Ayah memerintahku untuk menaburkan kristal
lebih banyak belakangan ini?"
"Kau masih muda, Sayangku. Masih banyak hal yang
belum kaupahami. Mari kutunjukkan padamu." kemudian Raja bangkit dari
singgasananya dan mengajak Tallara untuk ikut beranjak.
Ternyata Raja membawa Tallara untuk berkunjung ke
Bumi. Kegiatan ini langsung membuat Tallara bersemangat. Nalurinya mengatakan
bahwa sang ayah yang bijaksana pasti memiliki alasan kuat di balik segala
penyebab kegundahannya.
Keduanya pun menjelma menjadi serupa dengan penghuni
Bumi lainnya. Sebenarnya perbedaan di antara penghuni langit dan Bumi hanya
terletak pada pakaian dan kesaktian mereka.
Selanjutnya, pemandangan yang menyambut Tallara
langsung membuatnya terperangah. Air mata kepedihan tak mampu lagi ditahannya.
Tepat di depan mata kepalanya sendiri, terlihat belasan orang dengan pakaian
seragam, sedang menebang batang pohon yang ada di sekitar mereka. Tidak hanya
itu saja, hidung Tallara dapat menangkap bau asap dari kejauhan. Dan begitu
mendengar jawaban atas pertanyaan ayahnya dari seseorang yang melintas di dekat
mereka, isakan Tallara semakin menjadi-jadi.
"Itu asap yang berasal dari kebakaran hutan,
beberapa hektar jaraknya dari sini, Pak."
Sebelum Tallara sempat tersadar, dirinya sudah dibawa
ke tempat lain oleh sang ayah. Kali ini mereka berdua tengah berada di atap
sebuah bangunan yang terbuka, sehingga Tallara dapat melihat keadaan di
sekelilingnya.
Semua pemandangan itu kembali menghantam Tallara
telak-telak. Puluhan orang yang membuang sampah sembarangan, asap dari kendaraan
bermotor yang membuat matanya perih, lautan bangunan beton dengan halaman
semen, semuanya betul-betul menjejali dadanya sampai-sampai Tallara
merasa dirinya bisa hancur berkeping-keping.
"Ayah, aku sudah tidak tahan lagi. Bisakah kita
kembali ke istana?" Tallara berujar pilu. Tak sampai semenit setelahnya,
keduanya sudah kembali ke Kerajaan Langit.
"Kau lihat, putriku? Penghuni Bumi sendiri yang
menyebabkan kesengsaraan bagi diri mereka. Mereka begitu semena-mena terhadap
alam, sehingga alam pun menjerit kepadaku meminta keadilan. Itulah sebabnya aku
memerintahkan kau untuk menurunkan lebih banyak butiran kristal ke Bumi. Pada
dasarnya aku juga tidak tega. Hanya saja, aku tidak dapat mengabaikan jeritan
alam."
Mendengar penjelasan ayahandanya, muncul sebuah tekad
kuat di dalam hati Tallara. Bagaimanapun caranya, ia harus menyelamatkan Bumi
dan seluruh penghuninya dari malapetaka.
"Ayah, bolehkah aku menolong Bumi dan
penghuninya? Aku berjanji tidak akan melanggar aturan apapun."
"Lakukan dengan caramu, Tallara. Aku akan selalu
mendukung selama apa yang kau kerjakan itu membawa kebahagiaan bagi semua
orang."
* * *
Maka Tallara pun mulai mencari cara untuk menyelamatkan Bumi dari
kehancuran. Keempat saudarinya memilih untuk tidak ikut ambil bagian dalam
rencana Tallara yang mereka anggap hanya buang-buang waktu saja. Mereka adalah
putri Kerajaan Langit. Jadi, untuk apa ikut pusing memikirkan apa yang terjadi
di Bumi?
Sore itu kebetulan Tallara sedang bebas tugas. Ia pun
mengamati keadaan Bumi dari atas awan. Sampai akhirnya pandangannya jatuh pada
seorang gadis yang sedang merenung sendiri di taman. Tallara pun diam-diam
mendengarkan kata demi kata yang diucapkan gadis itu kepada dirinya sendiri.
"Kenapa sih, mereka semua malah menganggapku
sebagai orang yang sok peduli lingkungan? Kenapa mereka nggak pernah sekalipun
mendengarkan aku?
"Setiap kali aku menegur mereka karena membuang
sampah sembarangan, mereka malah balik memarahiku. Setiap kali aku mengikuti
kegiatan pelestarian lingkungan, mereka mengatai aku buang-buang waktu saja.
Padahal aku kan hanya ingin menjaga Bumi agar tidak semakin rusak."
Tallara seolah mendapat angin segar. Ia bisa
menyelamatkan Bumi lewat gadis ini. Tallara pun segera bangkit dan bergegas
menuju ruang arsip istana, ingin mencari tau siapakah gerangan gadis itu.
Ternyata namanya Saskhia Dewani Aldivar. Baiklah, Tallara akan segera menyusun
siasat lebih lanjut.
Dengan bantuan Penasehat Baldar, salah satu orang
kepercayaan ayahnya, Tallara meminta bantuan agar dirinya bisa masuk ke dalam
mimpi Saskhia malam itu.
"Saskhia, kenalkan, aku Tallara, Putri Hujan dari
Kerajaan Langit. Aku ingin membantu Bumi agar terlepas dari segala bencana. Dan
untuk mewujudkannya, aku membutuhkan bantuanmu. Apa kau bersedia
membantuku?"
"Tentu saja aku bersedia. Aku juga prihatin
dengan keadaan Bumi saat ini. Tapi, bagaimana caranya? Setiap kali aku mencoba
untuk menyelamatkan Bumi, semua orang mengolok-olok aku."
"Kau menyukai dunia sinematografi, bukan?
Setidaknya itu yang kubaca dalam biografimu di ruang arsip istana. Kau bisa
menyelamatkan lingkungan lewat hobimu itu."
"Tapi, bagaimana caranya? Aku tidak mengerti
maksudmu." Saskhi masih sangsi dengan ide Tallara. Memang betul
sinematografi adalah dunia yang paling dicintainya sejak masih di bangku SMP.
Tapi apa hubungannya Bumi dan hobinya itu?
"Tentu kau tahu pasti maksudku, Saskhia Aldivar.
Tolong lakukan saja apa yang menurut kata hatimu tepat. Kita berdua sama-sama
tidak ingin melihat kehancuran Bumi, bukan?"
"Tapi, kamu kan putri langit. Kenapa kamu harus
repot-repot mengurusi Bumi segala?"
"Karena aku mencintai Bumi dan segala isinya
seperti halnya aku mencintai langit."
Keesokan paginya, Saskhi merenungi mimpi ajaibnya itu.
Bagaimana caranya menyelamatkan Bumi dengan hobi sinematografinya?
Tiba-tiba, entah dari mana, ide itu langsung mendarat
di otaknya. Ia bisa membuat film dokumenter tentang Bumi! Sounds
brilliant, isn't it?
* * *
Saskhi memekik kegirangan begitu membaca poster di papan pengumuman
sekolahnya. Poster itu berisi lomba film dokumenter yang diadakan oleh sebuah
perusahaan kosmetik terkenal. Merasa mendapat angin segar, Saskhi mulai
memikirkan tema dan konsep film dokumenternya.
Setiap hari, Tallara selalu mengamati gerak-gerik
Saskhi. Ia pun sukses dibuat kagum oleh kerja keras dan kesungguhan gadis itu.
Saskhi rela tidur sampai larut malam hampir setiap hari demi menyelesaikan
proses syuting film dokumenternya. Tallara optimis bahwa dirinya tidak salah
langkah dengan menggantungkan asanya di bahu gadis itu.
Hari pengumuman pemenang lomba film dokumenter pun
tiba. Baik Saskhi maupun Tallara yang sedang mengamati dari atas awan mulai
cemas. Seandainya saja film Saskhi berhasil meraih juara pertama, maka film
tersebut pastinya akan ditonton oleh banyak orang. Dan keduanya berharap dengan
semakin banyaknya orang yang menonton film tersebut, maka semakin banyak pula
orang yang menjadi peduli pada kondisi Bumi yang makin hari kian
memprihatinkan.
"Dan, pemenang pertama adalah film dokumenter
dengan judul 'Tangisan Putri Hujan' karya Saskhia Aldivar!"
Saskhi langsung menjerit kesenangan, begitu pula
dengan Tallara, yang sukses membuat bingung keempat saudarinya. Ia dan Saskhi
berhasil!
Segala hal yang dilandasi rasa cinta dan juga
perjuangan pasti menghasilkan sesuatu yang indah. Hal itulah yang selalu
diyakini Tallara, dan akhirnya menjadi kenyataan.
* * *
Setahun setelahnya, Tallara kembali berada di Telaga Jerara. Namun kali ini
tanpa raut sedih menghiasi wajahnya. Justru sebaliknya, Tallara sedang
tersenyum bahagia. Sebelum mengasingkan diri di tempat ini, Tallara baru saja
'mematai-matai' Saskhi. Gadis itu kini semakin sibuk dengan berbagai seminar
film dokumenter di SMA dan kampus-kampus, juga menjadi mengetuai sebuah badan
sosial pecinta lingkungan.
Kondisi Bumi semakin hari juga mulai membaik karena
banyak penghuninya yang sadar setelah menonton film dokumenter Saskhi. Bukan
hanya itu saja, sudah banyak orang yang terinspirasi dan ikut membuat film
dokumenter serupa, membahas soal alam dan lingkungan hidup.
Hutan kembali mendapatkan perhatian dengan
digalakannya gerakan reboisasi. Selain itu, penghuni Bumi semakin disiplin
dalam hal membuang sampah dan merawat Bumi.
Kini, tangisan Putri Hujan sudah tergantikan dengan
sebuah senyuman. Senyuman yang mencerminkan kebahagiaan karena usahanya–juga
usaha seorang gadis remaja penghuni Bumi bernama Saskhia Aldivar–membuahkan
hasil yang manis bagi Bumi dan seluruh penghuninya.***
Juara Hiburan Lomba Cerpen Kawanku 2010
Dimuat di Majalah kaWanku edisi
#104
Pictures : bottle-star.tumblr.com | dok : kaWanku
No comments:
Post a Comment