28 April 2011

Senyuman Putri Hujan






Tallara duduk termangu di tepi danau. Raut wajahnya menyiratkan rasa gundah yang tengah melandanya. Beberapa menit sebelum ia mengasingkan diri ke Telaga Jerara, Tallara baru saja selesai menunaikan tugasnya sebagai salah satu putri kerajaan langit.
Tallara adalah putri keempat dari lima putri Raja Langit. Kelima putri langit itu masing-masing memiliki wewenang penuh atas lima aspek penting alam, dimulai dari Meghana yang menguasai cakrawala, Drisana si penguasa matahari, Makani yang menguasai angin, Tallara penguasa hujan, dan Eira, si bungsu penguasa salju.
Semua kejadian-kejadian alam yang terjadi di Bumi diatur oleh mereka, atas perintah dari Raja Langit. Tallara sendiri biasanya menurunkan hujan dengan sebuah keranjang berisi butiran-butiran kristal, yang nantinya akan ditaburkan oleh jari-jari lentiknya ke Bumi. Biasanya Tallara suka melakukan pekerjaannya ini sambil duduk di atas awan dan mendendangkan lagu-lagu favoritnya.
Namun saat itu pemandangan yang didapatinya menimbulkan sebuah pertanyaan besar dalam sanubari Tallara. Dari atas awan, ia bisa melihat dengan jelas banyak tempat yang dilanda banjir, serta banyaknya penghuni Bumi yang menjadi korban. Tallara gundah. Ia merasa menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas musibah yang melanda Bumi.
Tugasnya seharusnya menurunkan hujan yang dapat membuat orang bersukacita, hujan yang menyuburkan. Bukannya malah menimbulkan kesengsaraan di mana-mana.
Tallara kemudian tersadar bahwa selama ini ia bekerja di bawah perintah Raja Langit. Lantas, mengapa Raja memerintahkannya untuk menaburkan kristal lebih banyak dan lebih sering ke Bumi? Apa sebenarnya rencana Raja Langit?
Maka dengan tekad bulat, Tallara bangkit dari posisi duduknya, kemudian bergegas pergi ke istana untuk menemui Raja Langit.
"Ayahanda Paduka Raja, apakah aku boleh menanyakan satu hal?" tanya Tallara setelah memberikan hormat kepada Raja Langit.
"Apa itu, Putriku?" tanya Raja Langit dengan senyuman yang menghiasi wajah arifnya.
"Saat menjalankan tugasku tadi, aku melihat penghuni Bumi sedang kesusahan karena hujan yang berlebihan. Aku sedih, Ayah. Aku telah membuat mereka semua menderita."
"Lalu, apa yang hendak kautanyakan padaku?"
"Selama ini aku hanya menjalankan tugas sesuai dengan perintah Ayahanda. Mengapa Ayah memerintahku untuk menaburkan kristal lebih banyak belakangan ini?"
"Kau masih muda, Sayangku. Masih banyak hal yang belum kaupahami. Mari kutunjukkan padamu." kemudian Raja bangkit dari singgasananya dan mengajak Tallara untuk ikut beranjak.
Ternyata Raja membawa Tallara untuk berkunjung ke Bumi. Kegiatan ini langsung membuat Tallara bersemangat. Nalurinya mengatakan bahwa sang ayah yang bijaksana pasti memiliki alasan kuat di balik segala penyebab kegundahannya.
Keduanya pun menjelma menjadi serupa dengan penghuni Bumi lainnya. Sebenarnya perbedaan di antara penghuni langit dan Bumi hanya terletak pada pakaian dan kesaktian mereka.
Selanjutnya, pemandangan yang menyambut Tallara langsung membuatnya terperangah. Air mata kepedihan tak mampu lagi ditahannya. Tepat di depan mata kepalanya sendiri, terlihat belasan orang dengan pakaian seragam, sedang menebang batang pohon yang ada di sekitar mereka. Tidak hanya itu saja, hidung Tallara dapat menangkap bau asap dari kejauhan. Dan begitu mendengar jawaban atas pertanyaan ayahnya dari seseorang yang melintas di dekat mereka, isakan Tallara semakin menjadi-jadi.
"Itu asap yang berasal dari kebakaran hutan, beberapa hektar jaraknya dari sini, Pak."
Sebelum Tallara sempat tersadar, dirinya sudah dibawa ke tempat lain oleh sang ayah. Kali ini mereka berdua tengah berada di atap sebuah bangunan yang terbuka, sehingga Tallara dapat melihat keadaan di sekelilingnya.
Semua pemandangan itu kembali menghantam Tallara telak-telak. Puluhan orang yang membuang sampah sembarangan, asap dari kendaraan bermotor yang membuat matanya perih, lautan bangunan beton dengan halaman semen, semuanya betul-betul menjejali dadanya sampai-sampai Tallara merasa dirinya bisa hancur berkeping-keping.
"Ayah, aku sudah tidak tahan lagi. Bisakah kita kembali ke istana?" Tallara berujar pilu. Tak sampai semenit setelahnya, keduanya sudah kembali ke Kerajaan Langit.
"Kau lihat, putriku? Penghuni Bumi sendiri yang menyebabkan kesengsaraan bagi diri mereka. Mereka begitu semena-mena terhadap alam, sehingga alam pun menjerit kepadaku meminta keadilan. Itulah sebabnya aku memerintahkan kau untuk menurunkan lebih banyak butiran kristal ke Bumi. Pada dasarnya aku juga tidak tega. Hanya saja, aku tidak dapat mengabaikan jeritan alam."
Mendengar penjelasan ayahandanya, muncul sebuah tekad kuat di dalam hati Tallara. Bagaimanapun caranya, ia harus menyelamatkan Bumi dan seluruh penghuninya dari malapetaka.
"Ayah, bolehkah aku menolong Bumi dan penghuninya? Aku berjanji tidak akan melanggar aturan apapun."
"Lakukan dengan caramu, Tallara. Aku akan selalu mendukung selama apa yang kau kerjakan itu membawa kebahagiaan bagi semua orang."
* * *
Maka Tallara pun mulai mencari cara untuk menyelamatkan Bumi dari kehancuran. Keempat saudarinya memilih untuk tidak ikut ambil bagian dalam rencana Tallara yang mereka anggap hanya buang-buang waktu saja. Mereka adalah putri Kerajaan Langit. Jadi, untuk apa ikut pusing memikirkan apa yang terjadi di Bumi?
Sore itu kebetulan Tallara sedang bebas tugas. Ia pun mengamati keadaan Bumi dari atas awan. Sampai akhirnya pandangannya jatuh pada seorang gadis yang sedang merenung sendiri di taman. Tallara pun diam-diam mendengarkan kata demi kata yang diucapkan gadis itu kepada dirinya sendiri.
"Kenapa sih, mereka semua malah menganggapku sebagai orang yang sok peduli lingkungan? Kenapa mereka nggak pernah sekalipun mendengarkan aku?
"Setiap kali aku menegur mereka karena membuang sampah sembarangan, mereka malah balik memarahiku. Setiap kali aku mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan, mereka mengatai aku buang-buang waktu saja. Padahal aku kan hanya ingin menjaga Bumi agar tidak semakin rusak."
Tallara seolah mendapat angin segar. Ia bisa menyelamatkan Bumi lewat gadis ini. Tallara pun segera bangkit dan bergegas menuju ruang arsip istana, ingin mencari tau siapakah gerangan gadis itu. Ternyata namanya Saskhia Dewani Aldivar. Baiklah, Tallara akan segera menyusun siasat lebih lanjut.
Dengan bantuan Penasehat Baldar, salah satu orang kepercayaan ayahnya, Tallara meminta bantuan agar dirinya bisa masuk ke dalam mimpi Saskhia malam itu.
"Saskhia, kenalkan, aku Tallara, Putri Hujan dari Kerajaan Langit. Aku ingin membantu Bumi agar terlepas dari segala bencana. Dan untuk mewujudkannya, aku membutuhkan bantuanmu. Apa kau bersedia membantuku?"
"Tentu saja aku bersedia. Aku juga prihatin dengan keadaan Bumi saat ini. Tapi, bagaimana caranya? Setiap kali aku mencoba untuk menyelamatkan Bumi, semua orang mengolok-olok aku."
"Kau menyukai dunia sinematografi, bukan? Setidaknya itu yang kubaca dalam biografimu di ruang arsip istana. Kau bisa menyelamatkan lingkungan lewat hobimu itu."
"Tapi, bagaimana caranya? Aku tidak mengerti maksudmu." Saskhi masih sangsi dengan ide Tallara. Memang betul sinematografi adalah dunia yang paling dicintainya sejak masih di bangku SMP. Tapi apa hubungannya Bumi dan hobinya itu?
"Tentu kau tahu pasti maksudku, Saskhia Aldivar. Tolong lakukan saja apa yang menurut kata hatimu tepat. Kita berdua sama-sama tidak ingin melihat kehancuran Bumi, bukan?"
"Tapi, kamu kan putri langit. Kenapa kamu harus repot-repot mengurusi Bumi segala?"
"Karena aku mencintai Bumi dan segala isinya seperti halnya aku mencintai langit."
Keesokan paginya, Saskhi merenungi mimpi ajaibnya itu. Bagaimana caranya menyelamatkan Bumi dengan hobi sinematografinya?
Tiba-tiba, entah dari mana, ide itu langsung mendarat di otaknya. Ia bisa membuat film dokumenter tentang Bumi! Sounds brilliant, isn't it?
*  *  *
Saskhi memekik kegirangan begitu membaca poster di papan pengumuman sekolahnya. Poster itu berisi lomba film dokumenter yang diadakan oleh sebuah perusahaan kosmetik terkenal. Merasa mendapat angin segar, Saskhi mulai memikirkan tema dan konsep film dokumenternya.
Setiap hari, Tallara selalu mengamati gerak-gerik Saskhi. Ia pun sukses dibuat kagum oleh kerja keras dan kesungguhan gadis itu. Saskhi rela tidur sampai larut malam hampir setiap hari demi menyelesaikan proses syuting film dokumenternya. Tallara optimis bahwa dirinya tidak salah langkah dengan menggantungkan asanya di bahu gadis itu.
Hari pengumuman pemenang lomba film dokumenter pun tiba. Baik Saskhi maupun Tallara yang sedang mengamati dari atas awan mulai cemas. Seandainya saja film Saskhi berhasil meraih juara pertama, maka film tersebut pastinya akan ditonton oleh banyak orang. Dan keduanya berharap dengan semakin banyaknya orang yang menonton film tersebut, maka semakin banyak pula orang yang menjadi peduli pada kondisi Bumi yang makin hari kian memprihatinkan.
"Dan, pemenang pertama adalah film dokumenter dengan judul 'Tangisan Putri Hujan' karya Saskhia Aldivar!"
Saskhi langsung menjerit kesenangan, begitu pula dengan Tallara, yang sukses membuat bingung keempat saudarinya. Ia dan Saskhi berhasil!
Segala hal yang dilandasi rasa cinta dan juga perjuangan pasti menghasilkan sesuatu yang indah. Hal itulah yang selalu diyakini Tallara, dan akhirnya menjadi kenyataan.
* * *
Setahun setelahnya, Tallara kembali berada di Telaga Jerara. Namun kali ini tanpa raut sedih menghiasi wajahnya. Justru sebaliknya, Tallara sedang tersenyum bahagia. Sebelum mengasingkan diri di tempat ini, Tallara baru saja 'mematai-matai' Saskhi. Gadis itu kini semakin sibuk dengan berbagai seminar film dokumenter di SMA dan kampus-kampus, juga menjadi mengetuai sebuah badan sosial pecinta lingkungan.
Kondisi Bumi semakin hari juga mulai membaik karena banyak penghuninya yang sadar setelah menonton film dokumenter Saskhi. Bukan hanya itu saja, sudah banyak orang yang terinspirasi dan ikut membuat film dokumenter serupa, membahas soal alam dan lingkungan hidup.
Hutan kembali mendapatkan perhatian dengan digalakannya gerakan reboisasi. Selain itu, penghuni Bumi semakin disiplin dalam hal membuang sampah dan merawat Bumi.
Kini, tangisan Putri Hujan sudah tergantikan dengan sebuah senyuman. Senyuman yang mencerminkan kebahagiaan karena usahanya–juga usaha seorang gadis remaja penghuni Bumi bernama Saskhia Aldivar–membuahkan hasil yang manis bagi Bumi dan seluruh penghuninya.***


Juara Hiburan Lomba Cerpen Kawanku 2010




Dimuat di Majalah kaWanku edisi #104

Pictures : bottle-star.tumblr.com | dok : kaWanku

No comments:

Post a Comment