Saya punya seorang teman yang terlihat sangat percaya diri,
selalu menjadi ‘pusat’ dari setiap gelak tawa yang keluar saat kami sedang
berkumpul, sekaligus yang dilabeli ‘sangar’ oleh adik kelas. Seolah ia terlahir
untuk menjadi penyemarak suasana dan penarik perhatian dalam kumpulan kami.
Orang bilang, kepribadian seseorang sekarang ini justru bisa
dilihat dari tweet atau status mereka
di social media lain (e.g Facebook, Blackberry Messenger,
Line, etc). Kalau benar seperti itu, berarti di balik perawakan teman saya yang
sepertinya tanpa beban—tertawa dan melucu, meluapkan emosi dan temperamen—semua
itu hanya kedok belaka. Karena nyatanya ia seperti berubah 180 derajat saat
tidak sedang bersama saya dan teman-teman lain. Hilang sudah semua banyolannya,
digantikan dengan untaian kata kepedihan. Sosoknya yang penuh percaya diri
musnah ditelah pemikiran insecure-nya.
Selama ini saya selalu percaya bahwa ada dua kelompok orang
bahagia di dunia ini. Yang pertama adalah kelompok orang yang tersenyum dan
tertawa karena benar-benar bahagia. Yang lainnya tersenyum juga tertawa hanya
untuk melindungi dirinya dari pertanyaan orang lain. Mencegah orang lain
menemukan kondisinya yang sebenarnya.
Mereka pikir, orang-orang akan berheti menanyakan keadaan
mereka jikalau mereka menyodorkan senyum sebagai jawabannya. Mereka pikir bisa
diperlakukan berbeda dengan menunjukkan citra bahagia dalam diri mereka.
Saya juga terkadang seperti itu. Mengatakan ‘baik-baik saja’
padahal kenyataannya sangat jauh dari baik-baik saja. Karena kata itu adalah
jawaban paling praktis. Menghentikan pertanyaan lebih lanjut, mencegah
keharusan untuk menceritakan yang sebenarnya sambil mengorek luka yang belum
sepenuhnya kering. Juga tersenyum padahal sebenarnya bibir ini terasa kaku
untuk digerakkan. Karena senyuman sekali lagi adalah alat ampuh untuk
menunjukkan pada dunia bahwa kita bisa bahagia dan tidak perlu dikasihani.
Jadi, jangan tertipu dengan wajah cerah ceria ala badut
festival. Kita tidak tahu bagaimana ekspresi manusia di balik pakaian dan
riasannya. Bisa saja ia sedang menangis di kala menjalankan tugas sebagai
penghibur. Yang dilihat publik hanyalah apa yang mereka inginkan untuk dilihat.
Senyuman
tidak selalu menjadi pertanda kebahagiaan. Sama saja, air mata tidak selalu
melambangkan kesedihan. Ada senyum yang penuh kepahitan di baliknya. Pun air
mata yang tumpah karena perasaan terlalu bahagia.
Picture : Twitter | searchquotes.com
No comments:
Post a Comment