27 January 2013

Smile is not a Happy Sign




Saya punya seorang teman yang terlihat sangat percaya diri, selalu menjadi ‘pusat’ dari setiap gelak tawa yang keluar saat kami sedang berkumpul, sekaligus yang dilabeli ‘sangar’ oleh adik kelas. Seolah ia terlahir untuk menjadi penyemarak suasana dan penarik perhatian dalam kumpulan kami.

Orang bilang, kepribadian seseorang sekarang ini justru bisa dilihat dari tweet atau status mereka di social media lain (e.g Facebook, Blackberry Messenger, Line, etc). Kalau benar seperti itu, berarti di balik perawakan teman saya yang sepertinya tanpa beban—tertawa dan melucu, meluapkan emosi dan temperamen—semua itu hanya kedok belaka. Karena nyatanya ia seperti berubah 180 derajat saat tidak sedang bersama saya dan teman-teman lain. Hilang sudah semua banyolannya, digantikan dengan untaian kata kepedihan. Sosoknya yang penuh percaya diri musnah ditelah pemikiran insecure-nya.

Selama ini saya selalu percaya bahwa ada dua kelompok orang bahagia di dunia ini. Yang pertama adalah kelompok orang yang tersenyum dan tertawa karena benar-benar bahagia. Yang lainnya tersenyum juga tertawa hanya untuk melindungi dirinya dari pertanyaan orang lain. Mencegah orang lain menemukan kondisinya yang sebenarnya.

Mereka pikir, orang-orang akan berheti menanyakan keadaan mereka jikalau mereka menyodorkan senyum sebagai jawabannya. Mereka pikir bisa diperlakukan berbeda dengan menunjukkan citra bahagia dalam diri mereka.

Saya juga terkadang seperti itu. Mengatakan ‘baik-baik saja’ padahal kenyataannya sangat jauh dari baik-baik saja. Karena kata itu adalah jawaban paling praktis. Menghentikan pertanyaan lebih lanjut, mencegah keharusan untuk menceritakan yang sebenarnya sambil mengorek luka yang belum sepenuhnya kering. Juga tersenyum padahal sebenarnya bibir ini terasa kaku untuk digerakkan. Karena senyuman sekali lagi adalah alat ampuh untuk menunjukkan pada dunia bahwa kita bisa bahagia dan tidak perlu dikasihani.


Jadi, jangan tertipu dengan wajah cerah ceria ala badut festival. Kita tidak tahu bagaimana ekspresi manusia di balik pakaian dan riasannya. Bisa saja ia sedang menangis di kala menjalankan tugas sebagai penghibur. Yang dilihat publik hanyalah apa yang mereka inginkan untuk dilihat.

Senyuman tidak selalu menjadi pertanda kebahagiaan. Sama saja, air mata tidak selalu melambangkan kesedihan. Ada senyum yang penuh kepahitan di baliknya. Pun air mata yang tumpah karena perasaan terlalu bahagia.

Picture : Twitter | searchquotes.com

No comments:

Post a Comment