20 Agustus 2003 – 20 Agustus 2013
Engkong, begitu panggilan saya untuk beliau.
Engkong pergi 26 hari sebelum ulang tahun saya yang ke-10.
Tak banyak yang melekat dalam ingatan saya tentang sosok beliau, meski saya
sempat tinggal selama dua tahun bersama kakak sepupu pria saya di rumah beliau.
Mungkin karena usia saya yang masih terlalu muda saat beliau dipanggil
menghadap-Nya, juga karena tak terasa sudah sepuluh tahun berlalu sejak hari
itu.
Engkong dalam ingatan saya adalah sosok kakek yang enerjik,
banyak ide, hangat tapi tegas, dan berprinsip.
Engkong yang selalu menjemput (terkadang juga mengantar)
saya dan kakak sepupu saya sekolah dengan bajaj. Saya masih TK saat itu,
sementara sepupu saya sudah duduk di bangku sekolah dasar.
Engkong yang tidak pernah melewatkan tayangan berita di TV,
baik itu berita pagi, siang, maupun petang.
Engkong yang tidak pernah lupa minum cuka apel setiap hari
karena mengetahui bahwa minuman itu baik untuk jantung.
Engkong yang suka memoleskan potongan mentimun di siku
tangan beliau setelah makan, entah demi tujuan apa.
Engkong yang selalu mengingatkan secara halus saat Emak
(panggilan saya untuk nenek saya) bicara dengan suara terlalu keras.
Engkong yang mahir memperbaiki berbagai barang, juga
menambahkan roda di kaki lemari guna memudahkan ketika hendak dipindah-posisi.
Engkong yang sering mengajari saya banyak hal, mulai dari
hitung-hitungan, bahasa Inggris, sampai ‘pelajaran hidup’.
Engkong yang sering memuji saya ketika mendapat nilai bagus
atau saat menjadi ranking kelas.
Engkong yang memarahi sepupu saya yang
kadang bandel dan menjahili saya (walau untuk kasus ini saya sering merasa
bersalah setiap mengingatnya karena saya termasuk cengeng kala itu).
Engkong yang menegur kepala sekolah TK saya karena membela
teman yang menjahili saya sehingga membuat saya sempat takut pergi ke sekolah.
Engkong yang selalu mengharapkan cucu-cucu beliau yang kala
itu terdiri dari tiga pria dan tiga perempuan (dua tahun setelah kepergian
beliau bertambah satu cucu perempuan) bisa menjadi orang yang berguna,
berhasil, dan berbakti pada orangtua masing-masing.
Engkong yang pergi secara mendadak setelah jatuh sakit
(masalah pencernaan) selama dua hari. Bahkan saya dan ibu saya sempat menginap
di rumah beliau saat mendengar kabar beliau sakit.
Sayangnya saya tidak berada di sisi beliau pada saat-saat
terakhir. Karena ibu saya tidak menyangka keadaan Engkong separah itu dan
karena pertimbangan saya masih kecil jadi rentan tertular penyakit, saya tidak
diajak ikut serta ke rumah sakit.
Rabu dini hari (sekitar pukul empat), ibu saya ditelepon
kakaknya–Om saya–dan langsung datang ke rumah sakit. Rupanya saat itu jantung
Engkong sudah tidak lagi berdetak, namun Om saya tidak menyampaikan lewat
telepon karena takut ibu saya syok.
Saya ingat, saya masih pergi sekolah hari itu. Saya akhirnya
mengetahui bahwa Engkong sudah pergi untuk selamanya sekitar pukul sepuluh,
setelah ibu saya datang ke sekolah untuk minta izin membawa saya pulang pada
wali kelas.
Seperti yang sudah saya tuliskan di awal, tidak banyak yang
saya ingat tentang sosok beliau, juga pengalaman saya menghabiskan waktu
dengan beliau. Tapi satu hal yang saya tahu pasti. Saya merasa beruntung pernah
mengenal beliau selama sepuluh tahun. Banyak hal baik, juga cara pandang
positif yang saya pelajari dan dapatkan dari sosok beliau.
Semoga Engkong tenang dan bahagia di sisi-Nya.
Pictures : private collection
No comments:
Post a Comment