11 December 2012

Time Limit



Mungkin hidup adalah ibarat mobil berisikan satu tangki penuh bahan bakar. Ketika sang pengendara sadar bahan bakarnya sudah hampir habis, ia baru mengambil keputusan perlu tidaknya pendingin digunakan, untuk memperpanjang perjalanan, untuk sampai ke tujuan yang diinginkan.

Cerpen Waktu Nayla oleh Djenar Maesa Ayu (Pernah dimuat di Harian Kompas edisi Minggu, 31 Maret 2002 dan kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!)

Semua manusia pasti akan menghilang dari peradaban ini. Setiap manusia akan kembali ke wujud asal sebelum dirinya ada sebagai janin dalam rahim. Abu, debu, tanah, partikel, apa pun itu. Setiap angka natalitas juga berarti mortalitas. Berapa banyak yang lahir, sejumlah itulah yang akan meninggal. Soal kapan, bagaimana, kenapa, itu hak prerogatif Tuhan yang tentukan. Kita manusia hanya ditugasi untuk menjalani hidup, dengan segala suka dukanya, segala manis pahitnya.
Selama manusia tidak tahu kapan limit waktunya bernapas, ia bagai kuda yang berlarian bebas di padang rumput. Melakukan hal yang disukainya tanpa perlu mempertimbangkan banyak hal. Sampai kemudian berilah ia limit. Ketika 'vonis mati' sudah dijatuhkan kapan terlaksana, akan muncul berbagai ketakutan dan pertimbangan. Bagai penulis dikejar deadline, setiap waktu akan terasa begitu bermakna. Berupaya mencari cara supaya detik waktu yang tersisa bisa diperlambat.
Kenapa tidak lebih awal sadari fakta itu. Lebih awal manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Supaya kapan pun 'vonis mati' itu menghampiri, kita bisa menyambutnya dalam senyum. Dengan tenang katakan "Saya siap", karena memang diri sudah ditempa. Supaya tidak ada penyesalan. Agar tidak perlu memforsir diri di akhir perjalanan dan bisa menikmatinya.
Picture : miguelrockstar.tumblr.com

No comments:

Post a Comment