Ulang tahun Jakarta memang telah berlalu, karena keterbatasan waktu saya
tidak bisa memposting opini saya ini tepat pada harinya.
Tapi terlambat satu hari lebih baik daripada tidak sama sekali, bukan?
Tahun ini Jakarta genap berusia 484 tahun. Wow! Sebuah usia yang fantastis. Membutuhkan perjuangan luar biasa untuk mempertahankan kota ini selama sekian ratus tahun. Belum lagi dengan predikat sebagai ibu kota yang disandang.
Sebagai orang yang lahir dan besar di Jakarta, tentunya saya memiliki segudang pengalaman dengan kota ini. Mulai dari kenangan masa kecil yang begitu manis, sampai kejadian-kejadian yang membuat emosi membuncah.
Selama ini orang-orang terus mengeluh. Kemacetan, banjir, polusi, kriminalitas, kepadatan penduduk adalah beberapa masalah utama Jakarta. Tapi apa gunanya terus-menerus mengeluh tanpa melakukan apapun? Kita lah yang menjadi penyebab utama masalah-masalah tersebut. Bukan Jakarta yang salah, karena pada kenyataannya Jakarta tidak memiliki daya apapun untuk menyusahkan warganya. Kita lah yang menyusahkan diri kita sendiri, dan orang lain yang juga menjadi pengisi kota ini.
Lantas apa yang kemudian kita lakukan? Mengeluh sambil bertopang dagu? Mengadukan jeritan hati tanpa sadar kita semakin memperburuk keadaan?
Mungkin kebanyakan dari kita akan melemparkan tanggung jawab kepada para pembesar negara dan kota. Jakarta adalah ibu kota negara, sudah selayaknya mendapatkan treatment khusus. Karena banyak pusat pemerintahan yang berhubungan dengan luar negeri berada di kota ini. Karena banyak investor asing yang menanamkan modalnya pada perkantoran yang menjulang di kota ini. Karena Jakarta akan terus disorot, baik oleh seluruh penduduk Indonesia, maupun penduduk dunia.
Kalau saja pemda (pemerintah daerah) mau menggunakan dana yang tersedia sebagai mestinya, maka sarana dan prasarana Jakarta akan bisa disandingkan dengan ibu kota negara lain yang telah terlebih dulu sukses. Tapi semuanya itu percuma saja tanpa dukungan dan kerja sama dari kita sebagai penghuninya.
Mari kita ambil salah satu contoh. Pemda sudah menyediakan transportasi senyaman TransJakarta. Namun siapa yang membuatnya menjadi tidak nyaman? Semuanya kembali kepada para penggunanya, kepada para pengurusnya. Kalau saja kita mau tertib mengantri, mau tertib membuang sampah di tempatnya, mau terus waspada terhadap tangan-tangan jahil, maka kita akan merasakan kenyamanan transportasi massal tersebut. Kalau saja pengurusnya mau memeriksa kesiapan kendaraan secara berkala, mau menerapkan sistem yang lebih baik, mau menomorsatukan kepuasan konsumen, maka tidak akan ada kecelakaan atau malapetaka lainnya.
Coba kita berkaca, kenapa kendaraan semacam TransJakarta di negara lain bisa dimanfaatkan dengan baik? Bisa terasa nyaman dan aman? Jawabannya hanya satu :sumber daya manusia yang berkualitas, tertib, dan sudah siap menjadi dewasa seutuhnya.
Pertanyaannya, apa kita sudah siap menjadi penduduk
yang dewasa seutuhnya? Seharusnya kita sebagai warga Jakarta ikut bertumbuh
bersama kota ini. Teknologi semakin berkembang pesat. Kalau kita tidak bisa
mengiringinya dengan perkembangan mental kita, maka sia-sialah sudah.
Kita bisa memperbaiki keadaan kota kita tercinta mulai dari diri kita
sendiri. Tertibkan diri kita masing-masing. Selalu buang sampah di
tempatnya. Sekarang ini tempat sampah sudah mudah ditemui di berbagai
lokasi. Peka terhadap keadaan di sekeliling kita. Budayakan antri. Walau
mungkin kata-kata ini terdengar kolot sekali, tapi memang inilah yang menjadi
sifat jelek yang telah mendarah daging bagi sebagian besar warga Jakarta (atau Indonesia?).
Saya yakin, jika kita
sudah bisa menjadi dewasa seutuhnya, maka Jakarta pun tidak akan kalah majunya
dengan kota-kota lain di dunia. Saya percaya, dengan ketertiban yang dimulai
dari tiap-tiap individu, Jakarta dapat tumbuh menjadi contoh yang baik
sekaligus menjadi motivasi bagi kota-kota lain di Indonesia.
Selamat ulang
tahun kotaku tercinta, Jakarta!
Selamat bertumbuh menjadi dewasa, warga Indonesia!
Dok
: baliin-donesia.info | private collection
No comments:
Post a Comment