31 August 2012

Pelajaran Berharga di Penghujung Bulan




31 Agustus 2012
Hari ini adalah hari yang benar-benar 'membekas' bagi saya. Hari yang membahagiakan sekaligus menggemparkan. Hari yang mengajarkan saya banyak hal.
Saya mengawali hari ini dengan sangat baik.
    1.      Today is Friday
    2.      Mata kuliah hari ini hanya ada satu kelas (100 menit) dan menyenangkan
    3.      Saya akhirnya bisa bertemu dengan dua sahabat SD saya setelah beberapa kali gagal
            karena tidak menemukan jadwal yang cocok
Tapi semua kebaikan itu berubah seratus delapan puluh derajat.
Setelah menghabiskan waktu dengan reuni kecil-kecilan, saya dan seorang sahabat yang kebetulan rumahnya berseberangan dengan saya pulang bersama menggunakan bus Trans Jakarta koridor 1 Blok M - Kota.
Kami naik di Halte Tosari dalam keadaan bus penuh sesak. Sampai di Halte Sarinah, dompet saya sudah tidak ada lagi di dalam tas. Hilang dicopet orang.
Kejadiannya kurang lebih seperti ini:
Orang-orang sudah turun dari bus di Halte Sarinah. Tas saya memang seletingnya bermasalah, makanya saya selalu memeganginya, tidak terkecuali saat itu. Karena keadaan bus penuh sesak, saya sempat terdorong (saksi melihat saya sengaja didorong). Otomatis, tangan saya refleks mencari pegangan supaya tidak terjatuh.
Setelah pintu bus tertutup dan bus siap melaju kembali, seorang penumpang mengatakan bahwa dia melihat seseorang merogoh tas saya dan orang tersebut sudah keluar dari bus. Saya langsung menyampaikan pada petugas penjaga pintu bahwa saya sudah kecopetan. Kemudian petugas tersebut menyuruh supir menutup pintu dan berjalan maju. Petugas tersebut lantas menelepon rekannya yang ada di Monas untuk melakukan patroli, serta tidak mengizinkan penumpang yang masih ada di bus untuk turun. Di halte selanjutnya, Halte Bank Indonesia, penumpang yang akan turun digeledah terlebih dahulu oleh petugas tersebut dan rekannya yang ikut bergabung. Keadaan saya saat itu benar-benar kacau.
Saya dan sahabat saya akhirnya memutuskan turun di Halte Harmoni, meskipun petugas menyuruh kami untuk tetap ikut bus tersebut sampai ke halte terakhir (Halte Kota). Petugas di Halte Harmoni menyuruh saya duduk dan menenangkan diri, bahkan meminjamkan ponselnya yang kemudian digunakan oleh sahabat saya untuk menghubungi call centerbank bersangkutan berbekal nomor yang diberikan oleh penumpang lain.
Karena di Duta Merlin terdapat dua kantor bank yang bersangkutan, saya dan sahabat saya lantas pergi ke kantor bank tersebut. Meskipun sudah tutup, masih ada beberapa pegawai di bank pertama yang kami datangi. Salah satunya membantu saya menghubungi call center dan beruntung saya bisa memblokir kartu debet saya. Di bank satunya, seorang sekuriti yang sedang bersantai langsung sigap membantu.
Di balik semua kekacauan yang terjadi, saya mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga yang bahkan tidak bisa dibandingkan dengan kerugian materiil yang saya alami.
Tuhan menegur saya yang tidak menjaga barang bawaan saya dengan hati-hati. Tuhan ingin saya belajar untuk lebih bertanggung jawab dengan keselamatan diri dan harta benda saya.
Selama ini orangtua saya selalu berpesan supaya saya selalu hati-hati ketika naik angkutan umum atau di tempat umum. Dan seringkali saya menganggapnya sebagai angin lalu (masuk telinga kiri keluar telinga kanan), meremehkan nasihat mereka, bahkan menganggap mereka cerewet dan menyebalkan. Tuhan ingin saya merubah sifat jelek itu, supaya bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Tuhan juga ingin menunjukkan secara langsung kepada saya, bahwa di balik peristiwa yang tidak menyenangkan dalam hidup kita, akan selalu ada orang-orang yang diutus oleh-Nya untuk mengulurkan tangannya kepada kita, untuk membantu kita. Sekali pun kita menyusahkan mereka, membuat mereka repot.
Mulai dari sahabat saya, petugas bus Trans Jakarta, penumpang lain, orang-orang yang saya temui, pegawai dan sekuriti bank, pengemudi taksi, dan orang-orang lain yang mungkin terlupakan selama otak saya tidak berfungsi dengan baik di sela-sela kepanikan. Mereka (selain sahabat saya tentunya) tidak mengenal saya, tapi mereka menaruh perhatian, rela tasnya digeledah petugas, tidak memaki saya karena mereka ikut direpotkan karena kecerobohan saya, tidak marah-marah pada saya karena perjalanan bus jadi tertunda, bahkan sampai menimbulkan kemacetan.
Yang paling berjasa besar tentunya adalah sahabat saya, Kartika. Dia ikut panik, membantu menelepon, juga berusaha menenangkan saya. Sahabat sejati adalah orang yang ada di samping kita di saat kita mengalami kesulitan. Hal itu sudah tidak perlu saya ragukan lagi darinya.
Jujur, tidak sedetik pun setelah peristiwa tersebut terjadi, saya membenci orang yang telah mengambil dompet saya. Orang itu memang melakukan hal yang salah karena mengambil dompet saya, tapi saya jauh lebih bersalah karena tidak menjaga barang saya dengan baik dan memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk melakukan perbuatan dosa.
Terima kasih Tuhan untuk penghujung bulan yang luar biasa ini. Saya telah belajar banyak, dan akan ' meng-upgrade' diri saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Picture : imattthew.tumblr.com

22 August 2012

Peephole



Melihat ke pintu pagar melalui celah kecil di pintu ini selalu menjadi keinginan sederhana saya saat masih kanak-kanak. Sulit rasanya, karena tinggi saya jauh di bawah tinggi celah tersebut. Saya bisa mencapainya dengan naik ke bangku, tapi rasa puas yang diperoleh berkurang. Saya ingin bisa melihat jelas lewat celah itu tanpa alat bantu apapun, persis dengan kedua kaki saya.
Dan sekarang, saat tinggi saya sudah jauh bertambah, melihat melalui celah itu menjadi hal yang mudah. Saya kehilangan minat untuk mengintip melalui celah itu lagi. Karena sudah tidak ada tantangan. Karena saya sudah mencapai keinginan kanak-kanak saya.
Sama seperti mimpi. Saat kita masih belum bisa meraihnya, mimpi akan terlihat sangat jauh, begitu menggoda untuk bisa ditaklukan. Tapi begitu kita berhasil meraihnya, apa lantas cerita berhenti sampai di situ?
Itu sebabnya jangan hanya memiliki satu mimpi saja. Kalau selama kita hidup, kita hanya memiliki satu mimpi, apa yang akan kita lakukan ketika mimpi tersebut sudah terwujud? Selama kita masih ada di dunia ini, bangunlah kerajaan mimpi kita setinggi mungkin. Supaya ketika satu mimpi berhasil didapat, masih ada banya mimpi-mimpi lain yang mengantri untuk kembali ditaklukkan.
Bermimpi adalah cambuk paling ampuh untuk memacu diri bergerak, melanjutkan hari demi hari, melakukan sesuatu yang memiliki arti.
Picture : thelindmandiary.blogspot.com

17 August 2012

Hari 17 Boelan 8 Tahoen 2012



Mungkin kita sering dibuat gusar oleh ulah para petinggi negara ini yang malah menyalahgunakan kekuasaan mereka demi usaha memperkaya diri.
Mungkin kita sering dibuat kecewa oleh berbagai peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh para birokrat.
Mungkin kita sering dibuat prihatin dengan taraf hidup masyarakat yang bukannya membaik malah semakin mundur.
Mungkin kita sering bertanya pada diri kita sendiri, “Kenapa saya harus lahir di Indonesia? Kenapa saya harus hidup di negara ini?”
Sama seperti keluarga. Kita tidak bisa memilih di keluarga mana kita akan lahir. Di keluarga seperti apa kita dibesarkan. Mungkin ada saatnya kita kecewa dengan perlakuan orangtua kita. Mungkin ada kalanya kita memilih untuk lahir di keluarga lain. Tapi pada akhirnya kita tahu, keluarga kita mungkin bukan keluarga terbaik di dunia, tapi mereka lah yang terbaik untuk kita. Begitu pula Indonesia. Negara ini bukan negara terbaik di dunia, tapi percayalah bahwa Indonesia adalah negara terbaik di hati kita.
Saya sempat membaca di timeline saya pagi ini, sebuah tweet yang berbunyi: Kita mencintai Indonesia bukan karena lahir di negara ini, tapi karena Indonesia telah lahir dalam hati kita.
Jangan terus memfokuskan penglihatan pada kebobrokan negara ini. Buka mata lebih lebar, buka telinga dan dengarkan baik-baik. Bagaimana putra bangsa dan usaha mereka mengharumkan nama Indonesia di mata dunia. Bagaimana budaya negara ini menarik jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia.
Lihatlah betapa indahnya setiap inci Tanah Air. Maka kita akan jatuh cinta pada Indonesia lebih dan lebih lagi setiap harinya.
Mencintai harus bisa menerima apa adanya, baik dan buruknya, bukan? Ya, saya mencintai Indonesia di balik setiap kekurangannya.
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA-KU TERCINTA!
Picture : private collection

04 August 2012

Pompa Karatan




Seorang pria yang tersesat di gurun pasir hampir mati kehausan. Beruntung ia tiba di sebuah rumah kosong. Di depan rumah tua tanpa jendela yang hampir roboh itu terdapat sebuah pompa. Segera ia mulai memompa sekuat tenaga, tapi tidak ada air yang keluar.

Kemudian ia melihat ada kendi di sebelah pompa yang tertutup gabus. Terdapat pula kertas tertempel di kendi yang berisi tulisan “Sahabat, pompa ini harus dipancing dahulu dengan air yang ada di kendi ini. Setelah air berhasil keluar dari pompa, mohon jangan lupa mengisi kendi ini lagi sebelum pergi.”

Pria itu membuka gabus penutup dan mendapati kendi tersebut penuh berisi air.

“Apakah air ini harus dipergunakan untuk memancing pompa? Bagaimana kalau tidak berhasil? Berarti tidak ada air lagi dan saya akan sangat kehausan. Bukankah lebih aman kalau saya minum airnya dulu, daripada nanti mati kehausan kalau ternyata pompanya tidak berfungsi? Untuk apa harus mengambil risiko menuangkannya ke pompa karatan hanya karena sebuah instruksi di atas secarik kertas kumal yang belum tentu kebenarannya?” pikirnya.

Untung suara hati pria itu mengatakan bahwa ia harus mengikuti nasihat yang tertera di kertas sekalipun berisiko. Ia menuangkan seluruh air di kendi ke dalam pompa dan dengan sekuat tenaga memompanya.

Ternyata benar! Air keluar dengan melimpah. Pria itu pun bisa minum sepuasnya. Setelah istirahat memulihkan tenaga dan sebelum meninggalkan tempat itu, ia mengisi kendi sampai penuh, menutupnya kembali dengan gabus dan menambahkan beberapa kata di bawah instruksi pesan itu: “Terima kasih, sahabat. Saya telah melakukannya dan berhasil.”

Moral of the story:
Untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, terkadang kita perlu mengambil pilihan yang berisiko. Entah berhasil atau gagal, setidaknya kita sudah berani mengambil pilihan. Kita berani memutuskan apa yang akan kita lakukan dalam hidup, meskipun harus melalui berbagai pertimbangan terlebih dahulu.

“The person who risks nothing, does nothing, has nothing, is nothing, and becomes nothing. He may avoid suffering and sorrow, but he simply cannot leartn and feel and change and grow and love and live.” –Leo F. Busclaqia

Picture : whoiamronya.soclog.se