Sewaktu masih kecil, ketika ditanya tentang cita-cita, kita akan berebut
memilih antara dokter, astronot, presiden, tentara, dan sederet profesi 'besar'
lainnya. Tapi beberapa tahun setelahnya, ketika kembali ditanyakan pertanyaan
yang sama, umumnya kita akan diam sejenak, nampak berpikir keras,
menimbang-nimbang, dan pada akhirnya menjawab "Belum tau. Lihat saja
nanti." atau mungkin jawaban dengan nada kurang tertarik lainnya.
Sebagian orang mungkin memang sudah tau apa cita-cita mereka dengan pasti.
Tapi kebanyakan mengalami masalah saat diminta membuat keputusan ingin menjadi
apa mereka saat dewasa nanti.
Ke mana semua optimisme masa kecil kita? Mimpi-mimpi yang terdengar begitu
naif, tapi justru membuat hidup menjadi begitu mengasikkan, begitu menantang
untuk dihadapi. Ke mana perginya semua itu? Mengapa yang tersisa hanyalah diri
kita dengan pikiran yang lebih rasional, namun terkurung dalam rasa pesimis dan
ketakutan membuat rancangan masa depan dengan dagu terangkat?
Mungkin karena saat masih kanak-kanak, segala sesuatu terlihat begitu mudah
dicapai, semudah menyelesaikan games? Mungkin karena seiring
bertambahnya usia, semakin lamanya kita mencicipi berbagai pengalaman hidup,
kita dilemparkan dari puncak menara impian kita ke tanah dengan sebuah pemikiran
baru? Pemikiran bahwa dunia tidak seindah seperti yang selalu kita bayangkan
dan harapkan ketika kecil?
Saya sering mendengar cerita pengalaman hidup orang muda yang sukses dalam
karier mereka. Rata-rata memberikan jawaban yang sama untuk pertanyaan 'cara
menjadi sukses'.
Berani bermimpi!
Itulah kunci utamanya. Karena impian-impian yang kita targetkan untuk
dicapai dapat menjadi cambuk yang paling kuat. Menjadi reminder terbaik
agar kita jangan sampai kehilangan optimisme masa kecil kita. Bahkan mimpi yang
paling absurd (dengan catatan masih dapat diterima akal sehat) yang kita miliki
sekalipun, dapat terwujud, seandainya kita memiliki kemauan keras untuk
meraihnya.
Contohnya saja, misalnya di saat keluarga kita baru saja mengalami
kebangkrutan. Bahkan uang jajan kita terpaksa dipotong. Kita juga diwajibkan
untuk hidup sederhana dalam keprihatinan. Kemudian di saat itu kita bermimpi
untuk memiliki rumah mewah di kawasan elit. Atau pelesir di atas kapal pesiar
mewah mengelilingi Kepulauan Karibia.
Sah-sah saja! Kita bisa bermimpi apa saja! Jangan pedulikan ejekan orang
lain. Jangan dengarkan kata-kata mereka yang menganggap kita gila. Karena
secara ajaib, believe it or not, alam semesta akan berkonspirasi
entah dengan cara apa, untuk membuat impian kita menjadi kenyataan. Tapi tentu
saja selama kita meyakini mimpi tersebut dapat menjadi kenyataan, serta tidak
lupa berdoa dan bekerja keras.
Begitu pula dengan cita-cita. Kalau kita memang memimpikan untuk menjadi
dokter, maka kejarlah mimpi tersebut dengan rajin belajar, terutama mata
pelajaran biologi-fisika-kimia. Saat memilih penjurusan di kelas XI, masuklah
ke kelas IPA dengan nilai yang baik. Kalau kita bercita-cita ingin menjadi
presiden, rajin-rajinlah membaca buku pengetahuan politik atau leadership.
Bisa juga dengan rajin menonton berita atau bahkan bergabung dalam partai
politik.
Tempuhlah berbagai macam cara-yang postif tentunya-demi menjadikan diri
kita semakin dekat dengan cita-cita kita. Tapi yang terpenting adalah,
cita-cita atau pekerjaan impian kita, haruslah sesuai dengan passion kita.
Sehingga nantinya kita akan bekerja dengan hati, dengan penuh sukacita, tanpa
paksaan apalagi hanya sekedar menjalankan kewajiban karena tuntutan profesi
atau demi mencari nafkah.
Pertambahan usia bukan berarti mimpi-mimpi yang kita
rajut seindah mungkin di kala kita masih kanak-kanak berangsur-angsur
menghilang. Justru dengan menjadi semakin dewasa, kita memiliki lebih banyak
lagi kesempatan untuk mewujudkan mimpi kita semaksimal mungkin. Tempuhlah jalan-jalan
yang dapat membawa kita selangkah lebih maju, selangkah lebih dekat dengan
mimpi kita.
Because, there's nothing impossible in this unpredictable world. Ora et
labora, that's the key!
Picture : imonline.nl