28 April 2011

Senyuman Putri Hujan






Tallara duduk termangu di tepi danau. Raut wajahnya menyiratkan rasa gundah yang tengah melandanya. Beberapa menit sebelum ia mengasingkan diri ke Telaga Jerara, Tallara baru saja selesai menunaikan tugasnya sebagai salah satu putri kerajaan langit.
Tallara adalah putri keempat dari lima putri Raja Langit. Kelima putri langit itu masing-masing memiliki wewenang penuh atas lima aspek penting alam, dimulai dari Meghana yang menguasai cakrawala, Drisana si penguasa matahari, Makani yang menguasai angin, Tallara penguasa hujan, dan Eira, si bungsu penguasa salju.
Semua kejadian-kejadian alam yang terjadi di Bumi diatur oleh mereka, atas perintah dari Raja Langit. Tallara sendiri biasanya menurunkan hujan dengan sebuah keranjang berisi butiran-butiran kristal, yang nantinya akan ditaburkan oleh jari-jari lentiknya ke Bumi. Biasanya Tallara suka melakukan pekerjaannya ini sambil duduk di atas awan dan mendendangkan lagu-lagu favoritnya.
Namun saat itu pemandangan yang didapatinya menimbulkan sebuah pertanyaan besar dalam sanubari Tallara. Dari atas awan, ia bisa melihat dengan jelas banyak tempat yang dilanda banjir, serta banyaknya penghuni Bumi yang menjadi korban. Tallara gundah. Ia merasa menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas musibah yang melanda Bumi.
Tugasnya seharusnya menurunkan hujan yang dapat membuat orang bersukacita, hujan yang menyuburkan. Bukannya malah menimbulkan kesengsaraan di mana-mana.
Tallara kemudian tersadar bahwa selama ini ia bekerja di bawah perintah Raja Langit. Lantas, mengapa Raja memerintahkannya untuk menaburkan kristal lebih banyak dan lebih sering ke Bumi? Apa sebenarnya rencana Raja Langit?
Maka dengan tekad bulat, Tallara bangkit dari posisi duduknya, kemudian bergegas pergi ke istana untuk menemui Raja Langit.
"Ayahanda Paduka Raja, apakah aku boleh menanyakan satu hal?" tanya Tallara setelah memberikan hormat kepada Raja Langit.
"Apa itu, Putriku?" tanya Raja Langit dengan senyuman yang menghiasi wajah arifnya.
"Saat menjalankan tugasku tadi, aku melihat penghuni Bumi sedang kesusahan karena hujan yang berlebihan. Aku sedih, Ayah. Aku telah membuat mereka semua menderita."
"Lalu, apa yang hendak kautanyakan padaku?"
"Selama ini aku hanya menjalankan tugas sesuai dengan perintah Ayahanda. Mengapa Ayah memerintahku untuk menaburkan kristal lebih banyak belakangan ini?"
"Kau masih muda, Sayangku. Masih banyak hal yang belum kaupahami. Mari kutunjukkan padamu." kemudian Raja bangkit dari singgasananya dan mengajak Tallara untuk ikut beranjak.
Ternyata Raja membawa Tallara untuk berkunjung ke Bumi. Kegiatan ini langsung membuat Tallara bersemangat. Nalurinya mengatakan bahwa sang ayah yang bijaksana pasti memiliki alasan kuat di balik segala penyebab kegundahannya.
Keduanya pun menjelma menjadi serupa dengan penghuni Bumi lainnya. Sebenarnya perbedaan di antara penghuni langit dan Bumi hanya terletak pada pakaian dan kesaktian mereka.
Selanjutnya, pemandangan yang menyambut Tallara langsung membuatnya terperangah. Air mata kepedihan tak mampu lagi ditahannya. Tepat di depan mata kepalanya sendiri, terlihat belasan orang dengan pakaian seragam, sedang menebang batang pohon yang ada di sekitar mereka. Tidak hanya itu saja, hidung Tallara dapat menangkap bau asap dari kejauhan. Dan begitu mendengar jawaban atas pertanyaan ayahnya dari seseorang yang melintas di dekat mereka, isakan Tallara semakin menjadi-jadi.
"Itu asap yang berasal dari kebakaran hutan, beberapa hektar jaraknya dari sini, Pak."
Sebelum Tallara sempat tersadar, dirinya sudah dibawa ke tempat lain oleh sang ayah. Kali ini mereka berdua tengah berada di atap sebuah bangunan yang terbuka, sehingga Tallara dapat melihat keadaan di sekelilingnya.
Semua pemandangan itu kembali menghantam Tallara telak-telak. Puluhan orang yang membuang sampah sembarangan, asap dari kendaraan bermotor yang membuat matanya perih, lautan bangunan beton dengan halaman semen, semuanya betul-betul menjejali dadanya sampai-sampai Tallara merasa dirinya bisa hancur berkeping-keping.
"Ayah, aku sudah tidak tahan lagi. Bisakah kita kembali ke istana?" Tallara berujar pilu. Tak sampai semenit setelahnya, keduanya sudah kembali ke Kerajaan Langit.
"Kau lihat, putriku? Penghuni Bumi sendiri yang menyebabkan kesengsaraan bagi diri mereka. Mereka begitu semena-mena terhadap alam, sehingga alam pun menjerit kepadaku meminta keadilan. Itulah sebabnya aku memerintahkan kau untuk menurunkan lebih banyak butiran kristal ke Bumi. Pada dasarnya aku juga tidak tega. Hanya saja, aku tidak dapat mengabaikan jeritan alam."
Mendengar penjelasan ayahandanya, muncul sebuah tekad kuat di dalam hati Tallara. Bagaimanapun caranya, ia harus menyelamatkan Bumi dan seluruh penghuninya dari malapetaka.
"Ayah, bolehkah aku menolong Bumi dan penghuninya? Aku berjanji tidak akan melanggar aturan apapun."
"Lakukan dengan caramu, Tallara. Aku akan selalu mendukung selama apa yang kau kerjakan itu membawa kebahagiaan bagi semua orang."
* * *
Maka Tallara pun mulai mencari cara untuk menyelamatkan Bumi dari kehancuran. Keempat saudarinya memilih untuk tidak ikut ambil bagian dalam rencana Tallara yang mereka anggap hanya buang-buang waktu saja. Mereka adalah putri Kerajaan Langit. Jadi, untuk apa ikut pusing memikirkan apa yang terjadi di Bumi?
Sore itu kebetulan Tallara sedang bebas tugas. Ia pun mengamati keadaan Bumi dari atas awan. Sampai akhirnya pandangannya jatuh pada seorang gadis yang sedang merenung sendiri di taman. Tallara pun diam-diam mendengarkan kata demi kata yang diucapkan gadis itu kepada dirinya sendiri.
"Kenapa sih, mereka semua malah menganggapku sebagai orang yang sok peduli lingkungan? Kenapa mereka nggak pernah sekalipun mendengarkan aku?
"Setiap kali aku menegur mereka karena membuang sampah sembarangan, mereka malah balik memarahiku. Setiap kali aku mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan, mereka mengatai aku buang-buang waktu saja. Padahal aku kan hanya ingin menjaga Bumi agar tidak semakin rusak."
Tallara seolah mendapat angin segar. Ia bisa menyelamatkan Bumi lewat gadis ini. Tallara pun segera bangkit dan bergegas menuju ruang arsip istana, ingin mencari tau siapakah gerangan gadis itu. Ternyata namanya Saskhia Dewani Aldivar. Baiklah, Tallara akan segera menyusun siasat lebih lanjut.
Dengan bantuan Penasehat Baldar, salah satu orang kepercayaan ayahnya, Tallara meminta bantuan agar dirinya bisa masuk ke dalam mimpi Saskhia malam itu.
"Saskhia, kenalkan, aku Tallara, Putri Hujan dari Kerajaan Langit. Aku ingin membantu Bumi agar terlepas dari segala bencana. Dan untuk mewujudkannya, aku membutuhkan bantuanmu. Apa kau bersedia membantuku?"
"Tentu saja aku bersedia. Aku juga prihatin dengan keadaan Bumi saat ini. Tapi, bagaimana caranya? Setiap kali aku mencoba untuk menyelamatkan Bumi, semua orang mengolok-olok aku."
"Kau menyukai dunia sinematografi, bukan? Setidaknya itu yang kubaca dalam biografimu di ruang arsip istana. Kau bisa menyelamatkan lingkungan lewat hobimu itu."
"Tapi, bagaimana caranya? Aku tidak mengerti maksudmu." Saskhi masih sangsi dengan ide Tallara. Memang betul sinematografi adalah dunia yang paling dicintainya sejak masih di bangku SMP. Tapi apa hubungannya Bumi dan hobinya itu?
"Tentu kau tahu pasti maksudku, Saskhia Aldivar. Tolong lakukan saja apa yang menurut kata hatimu tepat. Kita berdua sama-sama tidak ingin melihat kehancuran Bumi, bukan?"
"Tapi, kamu kan putri langit. Kenapa kamu harus repot-repot mengurusi Bumi segala?"
"Karena aku mencintai Bumi dan segala isinya seperti halnya aku mencintai langit."
Keesokan paginya, Saskhi merenungi mimpi ajaibnya itu. Bagaimana caranya menyelamatkan Bumi dengan hobi sinematografinya?
Tiba-tiba, entah dari mana, ide itu langsung mendarat di otaknya. Ia bisa membuat film dokumenter tentang Bumi! Sounds brilliant, isn't it?
*  *  *
Saskhi memekik kegirangan begitu membaca poster di papan pengumuman sekolahnya. Poster itu berisi lomba film dokumenter yang diadakan oleh sebuah perusahaan kosmetik terkenal. Merasa mendapat angin segar, Saskhi mulai memikirkan tema dan konsep film dokumenternya.
Setiap hari, Tallara selalu mengamati gerak-gerik Saskhi. Ia pun sukses dibuat kagum oleh kerja keras dan kesungguhan gadis itu. Saskhi rela tidur sampai larut malam hampir setiap hari demi menyelesaikan proses syuting film dokumenternya. Tallara optimis bahwa dirinya tidak salah langkah dengan menggantungkan asanya di bahu gadis itu.
Hari pengumuman pemenang lomba film dokumenter pun tiba. Baik Saskhi maupun Tallara yang sedang mengamati dari atas awan mulai cemas. Seandainya saja film Saskhi berhasil meraih juara pertama, maka film tersebut pastinya akan ditonton oleh banyak orang. Dan keduanya berharap dengan semakin banyaknya orang yang menonton film tersebut, maka semakin banyak pula orang yang menjadi peduli pada kondisi Bumi yang makin hari kian memprihatinkan.
"Dan, pemenang pertama adalah film dokumenter dengan judul 'Tangisan Putri Hujan' karya Saskhia Aldivar!"
Saskhi langsung menjerit kesenangan, begitu pula dengan Tallara, yang sukses membuat bingung keempat saudarinya. Ia dan Saskhi berhasil!
Segala hal yang dilandasi rasa cinta dan juga perjuangan pasti menghasilkan sesuatu yang indah. Hal itulah yang selalu diyakini Tallara, dan akhirnya menjadi kenyataan.
* * *
Setahun setelahnya, Tallara kembali berada di Telaga Jerara. Namun kali ini tanpa raut sedih menghiasi wajahnya. Justru sebaliknya, Tallara sedang tersenyum bahagia. Sebelum mengasingkan diri di tempat ini, Tallara baru saja 'mematai-matai' Saskhi. Gadis itu kini semakin sibuk dengan berbagai seminar film dokumenter di SMA dan kampus-kampus, juga menjadi mengetuai sebuah badan sosial pecinta lingkungan.
Kondisi Bumi semakin hari juga mulai membaik karena banyak penghuninya yang sadar setelah menonton film dokumenter Saskhi. Bukan hanya itu saja, sudah banyak orang yang terinspirasi dan ikut membuat film dokumenter serupa, membahas soal alam dan lingkungan hidup.
Hutan kembali mendapatkan perhatian dengan digalakannya gerakan reboisasi. Selain itu, penghuni Bumi semakin disiplin dalam hal membuang sampah dan merawat Bumi.
Kini, tangisan Putri Hujan sudah tergantikan dengan sebuah senyuman. Senyuman yang mencerminkan kebahagiaan karena usahanya–juga usaha seorang gadis remaja penghuni Bumi bernama Saskhia Aldivar–membuahkan hasil yang manis bagi Bumi dan seluruh penghuninya.***


Juara Hiburan Lomba Cerpen Kawanku 2010




Dimuat di Majalah kaWanku edisi #104

Pictures : bottle-star.tumblr.com | dok : kaWanku

21 April 2011

Makna Emansipasi Sesungguhnya



Miris rasanya begitu saya tidak sengaja mendengar celetukan teman pria saya yang kira-kira bunyinya seperti ini "Cewek tuh maunya apa sih? Udah bagus ada Kartini yang memperjuangkan emansipasi perempuan, eh masih aja banyak maunya!".
Saya sama sekali tidak menyalahkan pendapat teman saya itu. Justru saya merasa tertampar dengan pengakuan jujur tersebut. Karena pasti ada alasan kenapa teman saya bisa sampai mengeluarkan protes seperti itu. 
Apa benar emansipasi yang telah diperjuangkan Ibu Kartini sedemikian rupa telah disalahgunakan oleh perempuan Indonesia di zaman modern sekarang ini?
Sering sekali kita mendengar pemberitaan buruk di berbagai media massa seputar berita asusila atau pelecehan seksual. Selalu, yang menjadi korban adalah kaum perempuan. Tapi, apa benar begitu? Sayangnya tidak. Saat ini, perempuan tidak selalu menjadi korban. Perempuan bisa menjadi tersangka. 
Lihat saja bagaimana cara berpakaian cewek-cewek ABG di tempat-tempat umum. Bukan berarti perempuan tidak boleh bereksplorasi dengan fashion mereka. Hanya saja, perempuan harus tau batas, etika, tempat, dan kondisi. Ibaratnya, memakai bikini di pantai atau kolam renang sah-sah saja. Tetapi kalau bikini tersebut dipakai ke mall atau bandara, pasti akan lain lagi ceritanya.
Terkadang, perempuan mengenakan pakaian hanya semata-mata demi memuaskan diri mereka. Mengikuti trend, tampil fashionable, serta berderet alasan lainnya. Hal ini membuat kita kurang aware dengan bagaimana orang lain mengartikan gaya berpakaian kita. Mungkin bagi kita shorts, tank top, atau mini dress biasa-biasa saja. Tapi bagi orang lain (khususnya kaum pria), bisa saja hal tersebut malah mengundang niat jahat yang sebelumnya tidak terlintas.
Kenyataan pahit lainnya dapat dilihat dari banyaknya korban razia di tempat hiburan malam, yang sering dilakukan oleh pihak berwajib. Perempuan-perempuan itu tidak lagi menghargai tubuh yang telah diberikan Tuhan kepada mereka dengan sebagaimana mestinya. Alasannya apalagi kalau bukan karena masalah ekonomi. Kalau itu alasannya, kenapa buktinya masih banyak remaja putri yang rela bekerja membanting tulang sebagai pramuniaga, kasir, maupun pekerjaan lain yang sesuai dengan norma yang berlaku? Pekerjaan yang halal.
Mereka berpikir, dengan menjual tubuh mereka, mengumbar aurat mereka di depan puluhan pasang mata, mereka dapat memperoleh uang dengan lebih cepat dan mudah. Bahkan terkadang bukan hanya lembaran uang yang menyembul memenuhi kantung mereka, tetapi juga berbagai fasilitas kemewahan. Namun, apakah mereka sadar, bahwa tubuh mereka jauh lebih berharga dibanding apapun? Bahwa kalau mereka saja sudah tidak menghargai tubuh mereka sendiri, bagaimana mungkin mereka berharap orang lain akan menghargai mereka?
Mungkin Ibu Kartini akan menangis melihat semua usaha dan kerja kerasnya malah disalahartikan seperti ini. Bahwa banyak di antara kaum perempuan, kaum yang dibelanya, tidak lagi memandang perjuangannya mengangkat martabat kaumnya.
"Sebagai pengarang dapatlah aku secara besar-besaran mewujudkan cita-citaku dan berkarya bagi pengangkatan derajat dan peradaban rakyatku." R.A.Kartini (1879-1904)
Jika dulu, sebelum Ibu Kartini dilahirkan, perempuan dianggap hanya untuk mengurusi bagian sumur-dapur-kasur, dikekang dengan berbagai macam aturan, maka kini yang terjadi adalah banyak perempuan yang seperti lupa daratan. Terlalu terbuai dengan berbagai kebebasan yang ada di dalam genggaman mereka, sehingga melupakan peranan mereka yang sesungguhnya.
Bukan itu yang dimaksud emansipasi. Bukan itu yang diperjuangkan Ibu Kartini mati-matian. Emansipasi adalah kebebasan perempuan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya, untuk tampil di depan umum dengan prestasi yang mereka miliki, untuk berdiri sejajar dengan pria dalam hal skills and capabilities, untuk dapat mengejar karier mereka tanpa melupakan kodrat asal sebagai seorang istri bagi suami dan ibu bagi anak-anak mereka.
Yang seharusnya terjadi adalah, perempuan diekspos karena isi otaknya, karena kepandaian dan prestasinya. Akan keteladanan, kelembutan, dan sifat keibuannya. Bukannya justru malah diekspos karena fisik semata.
Mari, semua perempuan Indonesia, buatlah perjuangan Ibu Kartini menjadi tidak sia-sia, dengan cara menghargai diri kita sendiri, serta menggunakan kebebasan yang kini sudah kita miliki dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab!
"Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa bahagia baginya." (Surat R.A.Kartini kepada Nyonya Van Kool, Agustus 1901)
Picture : ieatmybrain.tumblr.com

15 April 2011

Di Balik Sebuah Berita



Sekarang ini, hampir setiap hari kita dibuat miris begitu membaca koran atau menonton acara berita.
Lokal maupun mancanegara.
Selalu ada berita yang menyayat hati. Mulai dari bencana alam yang susul-menyusul tiada lelah, peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia, pelanggaran HAM dalam berbagai aspek, sampai berita pejabat pemerintahan yang tiada jera bertindak sesuka hati, tanpa peduli akan nasib rakyat yang harusnya mereka bela.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari bumi ini, dari negara ini? 
Apa kita hanya bisa menutup telinga rapat-rapat, kemudian menyilangkan kaki, menunggu semuanya kembali baik seperti sedia kala dengan sendirinya?
Mungkin kita terlalu mengecilkan value diri kita. Selalu saja pikiran "Gue masih muda, mana mungkin bisa mengubah dunia yang sudah porak-poranda ini?" menghambat langkah kita untuk beraksi.
Apa memang usia sebenarnya menjadi kendala? Saya rasa itu hanya alibi. 
Ketidakpedulian. Itulah kuncinya.
Kita sebagai generasi muda kurang menaruh kepedulian pada keadaan di sekeliling kita. Terlalu disibukkan dengan upaya untuk menyenangkan diri sendiri. Mencapai kepuasan duniawi. Tanpa sadar bahwa sedikit-banyak kita ikut menyumbang kekacauan bagi dunia yang kita tumpangi ini.
Membaca koran merupakan kegiatan paling buang-buang waktu. Menonton berita adalah hal yang membosankan.
Tapi kita tidak menolak jika disodorkan novel atau komik. Tidak pernah melewatkan acara sinetron atau infotaiment yang tidak ada manfaatnya sama sekali.
Inilah yang harus kita ubah. Mindset kita. 
Koran bukan bacaan wajib bapak-bapak. Berita bukan konsumsi orang tua saja. 
Lewat berita, kita diajak untuk lebih peka terhadap keadaan di sekitar kita. Terhadap nasib saudara-saudara kita korban bencana alam ataupun peperangan. Terhadap bahaya yang mungkin mengancam kita, baik bencana alam maupun tindak kejahatan. Terhadap kinerja pemerintah yang menentukan nasib negara tempat kita tinggal.
Lewat berita, kita digiring untuk mengetahui apa yang perlu dan harus kita lakukan. Bahwa kita bisa melakukan hal kecil yang mampu membawa dampak besar bagi dunia ini.
Kita bisa menyisihkan uang jajan kita untuk membantu korban bencana alam. Kita bisa mengusulkan diadakannya simulasi gempa di sekolah atau kampus. Kita bisa belajar untuk tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan pemerintah. Kita bisa mulai melakukan banyak hal!
Tapi tentunya kita juga harus pintar-pintar memilih koran atau acara berita mana yang layak untuk dikonsumsi. Selektif dalam menilai, mana yang baik dan mana yang hanya menyajikan berita omong kosong tanpa bukti dengan tujuan memprovokasi, ataupun berita yang tidak berdaya guna.
Ini saatnya kita mulai bertransformasi menjadi generasi muda yang pintar, bijak, dan peka terhadap lingkungan! 
Picture : mintshots.tumblr.com

08 April 2011

Painful at First, Hapiness at Last



UAN sudah di depan mata. Minggu-minggu terakhir duduk di kelas sebagai siswa SMA, dihabiskan dengan mengerjakan soal demi soal latihan dari enam mata pelajaran UAN, kemudian membahasnya. Tujuh jam pelajaran, dan semuanya hanya terdiri dari soal, soal, dan soal.
Akibatnya sudah dapat ditebak. Kami semua jenuh, letih. Seringkali godaan untuk lari dari semuanya itu datang menghampiri. Bahkan banyak di antara teman saya yang menghabiskan jam pelajaran dengan tidur, atau mengeluh kepada guru tentang betapa letihnya mereka. 
Dan saya akan selalu merasa terganggu jika ada teman saya yang memilih untuk mengobrol di saat guru sedang menerangkan. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk menjadi sok alim atau apapun sebutannya. Saya hanya merasa mereka yang mengobrol itu benar-benar mengganggu konsentrasi orang lain yang sesungguhnya ingin serius belajar. Kalau mereka memang bosan, lebih baik mereka tidur sekalian, setidaknya itu tidak menjerumuskan teman-teman mereka ke dalam jurang kehancuran.
Seperti yang saya tulis di awal posting, UAN sudah di depan mata. Ke mana semangat mereka? Keinginan untuk lulus? Saya selalu memegang teguh prinsip 'Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras'. Kalaupun ada, mungkin saja saat itu alam sedang berkonspirasi untuk memberikan apa yang kita inginkan langsung ke depan mata kita (contoh : menang undian, popularitas dadakan karena video lucu-lucuan di YouTube, dll). Tetapi tentu saja hal itu tidak berlangsung terus-menerus.
Agar bisa lulus UAN, maka inilah kerja keras yang harus dialami oleh seluruh siswa SMA di Indonesia. Saya yakin bukan hanya sekolah saya yang memberikan beratus-ratus kumpulan soal sejak awal semester genap. Saya yakin bukan hanya guru di sekolah saya yang tiada letih menerangkan soal-soal yang berpotensi keluar saat UAN nanti.
Apalah artinya duduk diam mengikuti pelajaran dengan baik selama tiga minggu terakhir, dibandingkan dengan kepuasan, kegembiraan, juga kebanggaan kala menerima ijazah nanti?
Ibu saya selalu mengajarkan saya untuk TIDAK menjalani kehidupan dengan motto 'Bersenang-senang dahulu bersusah-susah kemudian'. Justru kita HARUS menyongsong hidup dengan motto 'Bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian'. Karena itulah ciri orang-orang yang berhasil dalam hidup. Di mana mereka telah berhasil mengalahkan ego mereka demi meraih sebuah pencapaian yang mereka inginkan, tujuan hidup mereka.

"The only place where SUCCESS comes before WORK is in the dictionary" -Donald Kendall

Picture : gloriav.blogg.no

02 April 2011

World Autism Awareness Day



Dalam 20 tahun terakhir, jumlah penderita autisme semakin meningkat. Tentunya hal ini perlu mendapat perhatian lebih dari kita semua. Karenanya, beberapa tahun belakangan, ditetapkanlah tanggal 2 April sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia.

Di Indonesia sendiri, penderita autisme jumlahnya mencapai kisaran satu juta.
FYI, autisme bukanlah penyakit. Harap dicatat, autisme BUKAN penyakit. Jadi, sama sekali tidak ada alasan untuk kita sebagai manusia normal menjauhi para penderita autisme karena autisme sama sekali TIDAK MENULAR.
Autisme adalah gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi normal otak manusia dalam melakukan interaksi sosial dan komunikasi.
Menurut Autism Society of America, orang autis biasanya menunjukkan kesulitan berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, serta sulit berinteraksi dan beraktivitas sosial. Autisme muncul sejak tiga tahun pertama kehidupan.
Autisme bisa disebabkan tiga hal, yaitu faktor genetis, kromosom, dan lingkungan yang memengaruhi anak mulai dari kandungan sampai anak itu lahir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tubuh anak autis, ditemukan logam berat yang jumlahnya bisa 100 kali lipat dari ambang batas normal.
Tubuh manusia dirancang untuk menyaring kelebihan logam berat dan mengeluarkannya dari dalam tubuh. Tetapi sistem tubuh orang autis rupanya tidak dapat mengeluarkan logam berat dan malah menyesuaikan dengan kelebihan tersebut.
Bahkan saat lahir, bayi sudah punya kandungan logam berat yang berasal dari ibunya. Logam tersebut bisa bertambah karena paparan bahan-bahan yang ada di alam, misalnya makanan. Ikan yang mengandung banyak merkuri, contohnya. Selain itu, ada juga pencemaran aluminium yang berasal dari peralatan masak, sedangkan kadar timbal dan logam berat lain bisa masuk ke dalam tubuh karena pencemaran udara. Mainan anak-anak juga dapat menjadi tidak aman karena bisa mengandung logam.
Salah satu tindakan yang biasanya memberatkan tingkat autisme adalah vaksinasi. Sering dijumpai kasus anak-anak yang mulai menunjukkan gejala autisme setelah diimunisasi. Rupanya ada beberapa vaksin yang masih mengandung logam berat. Vaksinasi kemudian menjadi pemicu gejala autisme pada anak karena tingkat logam berat yang meningkat drastis, melebihi ambang batas yang dapat ditoleransi. Dalam hal ini anak laki-laki lebih rentan terpicu autisme akibat vaksinasi dibanding anak perempuan.
Namun bukan berarti vaksinasi menjadi sesuatu yang patut dihindari. Vaksinasi tetap diperlukan untuk meningkatkan imunitas anak. Namun, sebagai pencegahan, jangan pernah melakukan vaksinasi secara bersamaan. Pastikan anak diimunisasi dengan vaksin yang bebas logam. Setelah divaksinasi, perhatikan apakah ada perubahan pada tingkah laku anak. Jika ada, segera kontak dokter dan hentikan vaksinasi. Meski tak terjadi apa-apa, tunggulah tiga bulan untuk melakukan vaksinasi berikutnya. Beban berlebihan pada sistem anak akan merusak sistem imunnya.
Kita semua perlu tau setidaknya sedikit informasi dasar mengenai autisme. Karena dengan mengetahui informasi tersebut, kita bisa sedikit menaruh rasa simpati kepada para penderita autis. Di samping itu, kita juga bisa menghindari kemungkinan-kemungkinan autisme pada orang-orang yang kita cintai.
Hari Peduli Autisme Sedunia ini dimaksudkan agar kita sebagai orang yang lebih beruntung dari saudara-saudara kita yang menderita autisme, bisa memberi dukungan kepada mereka, bukannya malah mengucilkan apalagi mengolok-olok. Seandainya saja mereka bisa memilih, mereka juga pasti tidak menghendaki gangguan tersebut ada dalam neuron otak mereka.
Mereka juga sama seperti kita, manusia yang perlu mendapat apresiasi dan penghargaan yang semestinya. Siapa sangka, dengan kekurangan mereka tersebut, mereka justru dapat menghasilkan karya yang lebih daripada kita?
Picture : helpyourautisticchildblog.com